Selasa, 17 Januari 2012

TUGAS MATAKULIAH PANCASILA


BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan meyertai kehidupan manusia. Jikalau seseorang hanya berpandangan bahwa materi merupakan sumber kebenaran dalam kehidupan, maka orang tersebut berfilsafat materialisme. Jikalau seorang berpandangan bahwa kenikmatan adalah merupakan nilai terpenting dan tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan Negara adalah kebebasan individu, maka orang tersebut berfilsafat liberisme, jikalau seorang memisahkan antara kehidupan kenegaraan atau kemasyarakat dan kehidupan agama, maka orang tersebut berfilsafat sekulirisme.
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijakan” atau “wisdom” (nasution, 1973). Secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Manusia dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang disebut filsafah. Pilihan manusia atau bangsa dalam menentukan tujuan hidupnya ini dalam rangka untuk  mencapai kebahagiaaan dalam kehidupannya.
Ditinjau dari lingkup pembahasannya, filsafat meliputi bidang bahasan antara lain tentang manusia, masyarakat, alam, pengetahuan, etika, logika, agama, estetika dan bidang lainnya. Seiring dengan perkembangan ilmu berkembang juga ilmu filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu, misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat politik, filsafat bahasa, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat limgkungan, filsafat agama dan filsafat yang berkaitan dengan ilmu bidang lainnya.
Arti filsafat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
Pertama : filsafat sebagai produk mencangkup pengertian
Kedua : filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya.


BAB II
PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, system lazimnya memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Suatu kesatuan bagian-bagian.
2.      Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3.      Saling berhubungan, saling ketergantungan.
4.      Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
5.      Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (shore dan voich 1974 : 22)
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Namun demikian sila-sila Pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Dasar filsafat Negara Pancasila adalah merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal majemuk arti jamak  tunggal artinya satu. Pancasila pada hakikatnya merupakan system. Pancasila sebagai suatu system juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat  bangsa yang nilai-nilainya telah memiliki oleh bangsa Indonesia. Pancasila merupakan suatu sistem dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana sistem filfasat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosilaisme dan sebagainya.
Kenyataan Pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang.  Jadi cirri khas yang dimiliki oleh sesuatu itu akan menunjukkan jati diri, atau sifat yang khas dan khusus yang tidak memiliki oleh sesuatu hal lainnya. Oleh karena itu Pancasila sebagai suatu sistem filsafat akan memberikan ciri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak dapat terdapat pada sistem filsafat lainnya.


BAB III
KESATUAN SILA-SILA PANCASILA
3.1 Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hiearkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hiearkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian matematika piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hiearkhis sila-sila dari Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitasi) dan juga dalam sifat-sifatnya (kwalitas). Intinya urut-urutan lima sila menunjukan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya.
Dalam susunan hiearkhis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, dan mengembangkan persatua dan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.
3.2 Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagian kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungan saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hiearkhis piramidal tadi. Sila seperti telah disebutkan diatas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya.
Pancasila dipersatukan dengan rumus hiearkhis sebagai berikut:
a.      Sila pertama.
Ketuhanan yang maha esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.      Sila kedua.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang berketuhan yang maha esa, yang berpersatuan Indonesia yang berkerakyatan yamng dipimpin oelh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.       Sila ketiga
Kesatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adoil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
d.      Sila keempat
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, adalah kerakyatan yang berketuhanan yang maha esa berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e.       Sila kelima
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang berketuhan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
(Notonagoro, (1975: 43, 44)

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com