Senin, 16 Januari 2012

ASKEP SIROSIS HATI


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Definisi Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)
      Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul.Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel.
      Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat.Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, hati teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

2.2  Etiologi Sirosis Hapatis
      Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Tapi ada beberapa sumber yang menjelaskan penyebab terjadinya sirosis hepatis, antara lain :
a)      Faktor keturunan dan malnutrisi
      WATERLOO (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis.Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
b)      Hepatis Virus
      Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis.Dan secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
      Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
c)      Zat Hepatotoksik
      Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol.Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
d)     Penyakit Wilson
      Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
e)      Hemokromatosis
      Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu :
1.      Sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2.      Kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
f)          Sebab-sebab lain
1.      Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
2.      Sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3.      Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.

2.3  Patofisiologi Sirosis Hepatis
      Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :
a)      Mekanis
      Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka retikulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.
b)      Immunologis
      Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis :
1.      Hepatitis kronik tipe B
2.      Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB
      Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
      Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.
c)      Kombinasi keduanya

      Selain itu, Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu :
a)      Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
b)      Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium .dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.


2.4   Manifestasi Klinis
      Gejala dini biasanya samar atau tidak diketahui dan nonspesifik berupa :kelelahan, anoreksia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare), dan BB menurun, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium, hati keras dan mudah teraba.
      Namun ada juga beberapa sumber yang menyebutkan manifestasi klinis dari Sirosis hati yang disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal, antara lain :
a)      Kegagalan Parenkim hati
b)      Hipertensi portal
c)      Asites
d)     Ensefalophati hepatitis
      Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hatiyang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang masing-masingmemperlihatkan gejala klinis berupa :
1.      Kegagalan sirosis hati
a)      Edema
b)       Ikterus
c)       Koma
d)     Spider nevi
e)      Alopesia pectoralis
f)       Ginekomastia
g)       Kerusakan hati
h)      Asites
i)        Rambut pubis rontok
j)        Eritema Palmaris
k)      Atropi testis
l)         Kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)

2.      Hipertensi Portal
a)      Varises oesophagus
b)      Spleenomegali
c)      Perubahan sum-sum tulang
d)     Caput medusa
e)      Asites
f)       Collateral veinhemorrhoid
g)      Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

2.5  Komplikasi
      Pada Sirosis hepatis juga dapat terjadi beberapa komplikasi, antara lain :
a)      Perdarahan gastrointestinal
      Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus.Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif.Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
      Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
b)      Koma Hepatikum.
      Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer.Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
      Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah.Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
c)      Ulkus Peptikum
      Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
d)     Karsinoma hepatosellural
Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubahmenjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
e)      Infeksi
      Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.


2.6  Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a)     Simtomatis
b)     Supportif, yaitu :
1.      Istirahat yang cukup
2.      Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
      misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3.      Pengobatan berdasarkan etiologi
      Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
      interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
      bagianpasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
      mendapatkanpengobatan IFN seperti :
a)      Terapi kombinasi IFN dengan ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikanuntukjangka waktu 24-48 minggu.
b)      Terapi induksi IFN yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yangdilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c)      Terapi dosis IFN tiap hari
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap harisampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

c)      Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi, seperti :
1.      Astises
2.      Spontaneous bacterial peritonitis
3.      Hepatorenal syndrome
4.      Ensefalophaty hepatic

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a)      Data Subyektif :
1.      Riwayat Kesehatan Sekarang
      Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
2.      Riwayat Kesehatan Sebelumnya.
      Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.

b)     Data Objektif :
1.      Aktifitas :
a)      Kelemahan, kelelahan, letih berat
b)      Menurunnya massa otot.
2.      Sirkulasi :
a)      Adanya CHF, perikarditis, kanker
b)      Hipertensi / hipotensi
c)      Disritmia jantung
d)     JVD, distensi vena di abdomen
3.      Eliminasi :
a)      Faltulen
b)      Diare/konstipasi
c)      Distensi abdomen (hepatomegali)
d)     Urin yang berwarna gelap
e)      Melena
4.      Makanan/minuman :
a)      Anoreksia
b)      Nausea/muntah
c)      Berat badan menurun
d)     Edema
e)      Kulit kering, turgor kulit buruk
f)       Perdarahan Gusi
5.      Neurosensori :
a)      Perubahan kepribadian, depresi
b)      Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma
c)      Berbicara yang perlahan
6.      Rasa nyaman :
a)      Pruritis
b)      Perubahan perilaku
c)      Fokus diri
7.      Pernapasan :
a)      Dispnea
b)      Takipnu, pernapasan dangkal
c)      Menurunnya ekspansi paru (ascites)

3.2 Diagnosa Keperawatan
      Adapun diagnosa keperawatan pada sisosis hepatis , antara lain :
a)      Pola nafas yang tidak efektif berdasarkan menurunnya ekspansi paru akibat ascites, dan peunurunan energy.
b)      Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berdasarkan tidak adekuat diet, ketidakmampuan dalam proses/digesti nutrient, anoreksia, perasaan cepat kenyang (ascites) dan abnormal bowel function.
c)      Gangguan integritas kulit berdasarkan adanya perubahan sirkulasi, akumulasi garam di kulit, menurunnya turgor kulit, adanya edema dan ascites.
d)     Kelebihan volume cairan berdasarkan adanya perubahan mekanisme regular : menurunnya protein plasma, dan nutrisi.
e)      Gangguan proses berpikir berdasarkan perubahan psikologi : peningkatan serum amoniak, ketidakmampuan hati untuk mendetoksikasi enzim/obat tertentu.

3.3 Intervensi
Intervensi yang dilakukan ini mengacu pada standar manajemen, yaitu :
a)      Optimalkan ventilasi : posisi semifowler/toleransi pasien.
b)      Kolaborasi : paresentesis, medikasi : diuretic, vasopresin→monitor efek.
c)      Ukur intake dan output cairan dan monitor keseimbangan cairan.
d)     Timbang BB sesuai indikasi.
e)      Monitor tanda perdarahan.
f)       Anjurkan klien untuk makan makanan dalam porsi kecil dan sering.
g)      Anjurkan klien untuk melakukan perawatan mulut secara teratur.
h)      Aedema : ubah posisi regular, minimal pressur dan fiksi.
i)        Skin care & hygiene optimal : hindari kulit erring (dry skin), dan pakai pelembab kulit.
j)        Pendekatan psikososial.
k)      Ajarkan tentang kesehatan : perawatan diri, diet, dan cairan.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com