BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi Sirosis
Hepatis (Sirosis Hati)
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun
yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat
disertai nodul.Keadaan tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus
hepatitis dimana terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak
kematian sel.
Kondisi ini menyebabkan terbentuknya
banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang
dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih sehat.Akibatnya bentuk hati yang
normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi
portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, hati teraba kenyal, tepi
tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
2.2 Etiologi
Sirosis Hapatis
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis
sampai sekarang belum jelas. Tapi ada beberapa sumber yang menjelaskan penyebab
terjadinya sirosis hepatis, antara lain :
a) Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa faktor
kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab
timbulnya Sirosis Hepatis.Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis
Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
b) Hepatis Virus
Hepatitis virus sering juga disebut
sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis.Dan secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif
kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang
kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10
% penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. Apalagi bila pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen
lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih
dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
c) Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik.
Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak.
Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam
obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan
terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan
akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut adalah alcohol.Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
d) Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan,
biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai Sirosis Hepatis,
degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang
berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit
ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
e) Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe
portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu :
1. Sejak dilahirkan, penderita
mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir
(aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik.
Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis
Hepatis.
f) Sebab-sebab lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat
menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi
sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
2. Sebagai akibat obstruksi yang lama
pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit
ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab Sirosis Hepatis yang tidak
diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak
ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan 49%). Penderita ini
sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau alkoholisme, sedangkan
dalam makanannya cukup mengandung protein.
2.3 Patofisiologi
Sirosis Hepatis
Mekanisme terjadinya proses yang
berlangsung terus mulai dari hepatitis virus menjadi Sirosis Hepatis belum
jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :
a) Mekanis
Pada daerah hati yang mengalami nekrosis
konfluen, kerangka retikulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai
kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat
ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul
regenerasi.
b) Immunologis
Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang
dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu.
Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2
bentuk hepatitis kronis :
1. Hepatitis kronik tipe B
2. Hepatitis kronik autoimun atau tipe
NANB
Proses
respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus
atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan
rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai
terjadi kerusakan sel hati.
Dari
kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis
kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung
sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.
c) Kombinasi keduanya
Selain itu, Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada
penderita Sirosis Hepatis, yaitu :
a) Tekanan koloid plasma yang biasa
bergantung pada albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk
oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga
terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang.
Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis
untuk timbulnya asites.
b) Tekanan vena porta. Bila terjadi
perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka kadar plasma protein dapat
menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah
asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya
akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada (Sujono Hadi). Hipertensi
portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun
menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga
meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama
natrium .dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium
yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala dini biasanya samar atau tidak diketahui dan
nonspesifik berupa :kelelahan, anoreksia, flatulen, perubahan kebiasaan
defekasi (konstipasi atau diare), dan BB menurun, nyeri tumpul atau perasaan
berat pada epigastrium, hati keras dan mudah teraba.
Namun ada juga beberapa sumber yang
menyebutkan manifestasi klinis dari Sirosis hati yang disebabkan oleh satu atau
lebih hal-hal, antara lain :
a)
Kegagalan Parenkim hati
b)
Hipertensi portal
c)
Asites
d)
Ensefalophati hepatitis
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada
hati terjadi gangguan arsitektur hatiyang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan
kegagalan perenkim hati yang masing-masingmemperlihatkan gejala klinis berupa :
1.
Kegagalan sirosis hati
a)
Edema
b)
Ikterus
c)
Koma
d)
Spider nevi
e)
Alopesia pectoralis
f)
Ginekomastia
g)
Kerusakan
hati
h)
Asites
i)
Rambut pubis rontok
j)
Eritema Palmaris
k)
Atropi testis
l)
Kelainan
darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
2.
Hipertensi Portal
a)
Varises oesophagus
b)
Spleenomegali
c)
Perubahan sum-sum tulang
d)
Caput medusa
e)
Asites
f) Collateral
veinhemorrhoid
g) Kelainan
sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
2.5 Komplikasi
Pada Sirosis hepatis juga dapat terjadi
beberapa komplikasi, antara lain :
a)
Perdarahan gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi
hipertensi portal, dan timbul varises esophagus.Varises esophagus yang terjadi
pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif.Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang
keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur
dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono
Hadi).
Mungkin
juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan
dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan
oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi
lambung.
b)
Koma Hepatikum.
Komplikasi
yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya
koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut
sebagai koma hepatikum primer.Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat
perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan
disebut koma hepatikum sekunder.
Pada
penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam
sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi
urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang
bebas beredar dalam darah.Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak
menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif
pada otak.
c) Ulkus
Peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita
Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah
timbulnya defisiensi makanan.
d) Karsinoma
hepatosellural
Kemungkinan
timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubahmenjadi adenomata
multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.
e)
Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena
infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut
SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis,
erysipelas maupun septikemi.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada
prinsipnya berupa :
a)
Simtomatis
b)
Supportif, yaitu :
1.
Istirahat yang cukup
2.
Pengaturan makanan yang cukup dan
seimbang;
misalnya
: cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3.
Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya
pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang
telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagianpasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkanpengobatan
IFN seperti :
a) Terapi
kombinasi IFN dengan ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 xseminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang
dari 75kg) yang diberikanuntukjangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi
induksi IFN yaitu interferon diberikan dengan dosis yanglebih tinggi dari 3
juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yangdilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x
seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi
dosis IFN tiap hari
Dasar
pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap harisampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.
c) Pengobatan yang spesifik dari
sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi, seperti :
1. Astises
2. Spontaneous
bacterial peritonitis
3. Hepatorenal
syndrome
4. Ensefalophaty
hepatic
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
a) Data Subyektif :
1.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa
keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
2.
Riwayat
Kesehatan Sebelumnya.
Apakah pasien pernah dirawat dengan
penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati,
sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna
alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien.
b)
Data
Objektif :
1. Aktifitas :
a) Kelemahan, kelelahan, letih berat
b) Menurunnya massa otot.
2. Sirkulasi :
a) Adanya CHF, perikarditis, kanker
b) Hipertensi / hipotensi
c) Disritmia jantung
d) JVD, distensi vena di abdomen
3. Eliminasi :
a) Faltulen
b) Diare/konstipasi
c) Distensi abdomen (hepatomegali)
d) Urin yang berwarna gelap
e) Melena
4. Makanan/minuman :
a) Anoreksia
b) Nausea/muntah
c) Berat badan menurun
d) Edema
e) Kulit kering, turgor kulit buruk
f) Perdarahan Gusi
5. Neurosensori :
a) Perubahan kepribadian, depresi
b) Perubahan mental, bingung,
halusinasi, koma
c) Berbicara yang perlahan
6. Rasa nyaman :
a) Pruritis
b) Perubahan perilaku
c) Fokus diri
7. Pernapasan :
a) Dispnea
b) Takipnu, pernapasan dangkal
c) Menurunnya ekspansi paru (ascites)
3.2
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada sisosis
hepatis , antara lain :
a) Pola nafas yang tidak efektif
berdasarkan menurunnya ekspansi paru akibat ascites, dan peunurunan energy.
b) Gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan berdasarkan tidak adekuat diet, ketidakmampuan dalam proses/digesti
nutrient, anoreksia, perasaan cepat kenyang (ascites) dan abnormal bowel
function.
c) Gangguan integritas kulit
berdasarkan adanya perubahan sirkulasi, akumulasi garam di kulit, menurunnya
turgor kulit, adanya edema dan ascites.
d) Kelebihan volume cairan berdasarkan
adanya perubahan mekanisme regular : menurunnya protein plasma, dan nutrisi.
e) Gangguan proses berpikir berdasarkan
perubahan psikologi : peningkatan serum amoniak, ketidakmampuan hati untuk
mendetoksikasi enzim/obat tertentu.
3.3
Intervensi
Intervensi yang dilakukan ini mengacu pada standar
manajemen, yaitu :
a) Optimalkan ventilasi : posisi
semifowler/toleransi pasien.
b) Kolaborasi : paresentesis, medikasi
: diuretic, vasopresin→monitor efek.
c) Ukur intake dan output cairan dan
monitor keseimbangan cairan.
d) Timbang BB sesuai indikasi.
e) Monitor tanda perdarahan.
f) Anjurkan klien untuk makan makanan
dalam porsi kecil dan sering.
g) Anjurkan klien untuk melakukan
perawatan mulut secara teratur.
h) Aedema : ubah posisi regular,
minimal pressur dan fiksi.
i)
Skin
care & hygiene optimal : hindari kulit erring (dry skin), dan pakai
pelembab kulit.
j)
Pendekatan
psikososial.
k) Ajarkan tentang kesehatan :
perawatan diri, diet, dan cairan.
0 komentar:
Posting Komentar