Senin, 16 Januari 2012

ASKEP EDEMA PARU


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1   Definisi Malaria
        Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera atau primata lainnya, dan hewan melata serta hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin dan menggigil) serta demam yang berkepanjangan. Namun pada kasus-kasus yang sering terjadi, malaria banyak menyerang manusia.
      Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia,ada 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin, menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah Malaria Tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama ( dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
      Dan jenis malaria yang berat yaitu Demam rimba ( jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta yang paling berbahaya yaitu kematian.
      Jenis malaria lainnya yaitu Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis malaria ini juga jarang ditemukan karena biasanya serangannya terjadi dengan selang waktu setiap 72 jam.
      Jenis malaria yang terakhir atau jenis ke empat, dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, malaria ini disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
      Malaria biasanya terdapat di daerah tropis seperti Indonesia. Namun yang paling sering terjangkit yaitu didaerah PAPUA, hal ini karena malaria juga merupakan penyakit yang endemik. Malaria dapat terjadi apabila faktor lingkungan yang kurang mendukung, seperti : banyak terdapat genangan-genangan air kotor, dimana air tersebut sudah terdapat jentik-jentik nyamuk malaria (Anopheles betina), dan kondisi lingkungan yang kurang higienis, sehingga bukan hanya dapat menimbulkan penyakit malaria saja tetapi juga penyakit lainnya.
      Selain faktor lingkungan, faktor imunitas/antibodi tubuh manusia juga bisa mempengaruhi terjangkitnya malaria. Karena apabila seorang penderita telah terinfeksi malaria, maka penderita tersebut dapat sewaktu-waktu terjangkit kembali (relaps). Walaupun orang tersebut tidak digigit nyamuk lagi, karena parasit malaria di dalam tubuh sifatnya menetap dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat dihambat pertumbuhan parasitnya. Hal ini tergantung pada sistem imunitas seseorang.
      Di Papua sendiri, penyakit malaria bukanlah penyakit yang jarang terjadi tetapi sudah menjadi penyakit yang biasa terjadi. Selain itu malaria juga dapat terjadi karena letak geografis suatu daerah. Seperti misalnya, disuatu daerah pegunungan malaria jarang sekali terjadi bahkan hampir tidak terdeteksi dari pada di daerah dataran. Hal ini karena faktor lingkungan, imunitas, jenis nyamuk, suhu. 

2.2   Etiologi Malaria
     Malria disebabkan oleh adanya sporozoit Plasmodium yang merusak sel-sel di dalam tubuh manusia. Ada empat jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, antara lain :
a)      Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
b)      Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai malaria tersiana.
c)      Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat.
d)     Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri.

2.3   Patofisiologi Malaria
      Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer).
      Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni).
      Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
      Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit.
      Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium ovale.
      Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi.
      Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.

2.4   Komplikasi Malaria
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita malaria, antara lain :
a)      Kelemahan.
b)      Gangguan Kesadaran.
c)      Kejang berulang.
d)     Syok.
e)      Edema paru.
f)       Ikterik.
g)      Anemia berat.
h)      Hipoglikemia.
i)        Asidosis.
j)        Gangguan fungsi ginjal.
k)      Hiperparasitemia.

2.5  Definisi Edema Paru
      Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular dan sering terjadi pada malaria dewasa. Edema Paru sering juga disebut Insufisiensi Paru. Edema paru dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF‑α.
      Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress) antara lain :
1) Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis metabolik.
2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak.
3) Infeksi sekunder pada paru‑paru.
4) Anemia berat.
5) Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital) yang menekan pusat pernafasan.

2.6   Etiologi Edema Paru
Adapun etiologi dari Edema paru antara lain :
I. Ketidakseimbangan Starling Forces :
a)      Peningkatan tekanan kapiler paru :
1.      Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
2.      Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
3.      Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b)      Penurunan tekanan onkotik plasma :
1.      Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

c)      Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1.      Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2.      Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d)     Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1.      Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)  :
a)      Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b)      Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c)      Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d)     Aspirasi asam lambung.
e)      Pneumonitis radiasi akut.
f)       Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g)      Disseminated Intravascular Coagulation.
h)      Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.
i)        Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j)        Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik :
a)      Post Lung Transplant.
b)      Lymphangitic Carcinomatosis.
c)      Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV. Tak diketahui/tak jelas :
a)      High Altitude Pulmonary Edema.
b)      Neurogenic Pulmonary Edema.
c)      Narcotic overdose.
d)     Pulmonary embolism.
e)      Eclampsia
f)       Post Cardioversion.
g)      Post Anesthesia.
h)      Post Cardiopulmonary Bypass.

2.7  Patofisiologi Edema Paru
      Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah dan masuk kedalam jaringan-jaringan di sekelilingnya, sehingga menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak cukupnya protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
      Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya.
      Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
      Ada saatnya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema. Pada penderita Malaria, hal ini dapat dikategorikan sebagai suatu komplikasi. Dan yang sering terjadi edema paru pada penderita malaria yaitu pada ibu hamil.

2.8  Manifestasi Klinis
      Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau dapat juga mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
      Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

2.9  Pemeriksaan Diagnosis
      Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi yang tidak ternilai mengenai penyebab.
a)      Pemeriksaan Fisik :
1.      Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2.      Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale. Takikardia dengan S3 gallop. Murmur bila ada kelainan katup.
b)      Elektrokardiografi : Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c)      Laboratorium :
1.      Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
2.      Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3.      Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
d)     Foto thoraks : Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
      X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
e)      Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1.      Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2.      Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3.      Kranialisasi vaskuler
4.      Hilus suram (batas tidak jelas)
5.      Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier).

2.10    Hubungan Malaria dengan Edema Paru
      Pada penderita malaria, biasanya terdapat beberapa komplikasi, salah satunya edema paru. Hal ini karena pada malaria, parasit (plasmodium) menyerang sel-sel di dalam tubuh naik sampai ke menings dan merusaknya, sehingga membuat peradangan di otak. Peradangan yang banyak terjadi di otak dapat menimbulkan penimbunan cairan (pus) di dalam paru-paru dan membuat penderita menjadi sesak napas.
      Selain alasan tersebut ada juga alasan edema paru mempengaruhi malaria berat, antara lain : kompensasi pernapasan dalam keadaan asidosis metabolik, anemia berat, kelebihan dosis antikonvulsan (Phenobarbital)yang menekan pusat pernapasan, dan peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
a)      Identitas   Pasien
1.      Nama :
2.      Umur : (Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda.)
b)      Riwayat Masuk : Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien. Selain itu biasanya pasien merupakan penderita malaria.
c)      Pemeriksaan fisik
1.      Aktivitas/ istirahat
a.       Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
b.      Tanda :Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2.      Sistem Intergumen
a.       Subyektif  : -
b.      Obyektif   : kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, dan kemerahan.
3.      Sistem Pulmonal
a.       Subyektif  : sesak nafas, dada tertekan.
b.      Obyektif   : pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, dan laju pernafasan meningkat.
4.      Sistem Cardiovaskuler
a.       Subyektif   : sakit dada
b.      Obyektif  : denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan.
5.      Sistem Neurosensori
a.       Subyektif   : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
b.      Obyektif    : refleks menurun/normal, letargi.
6.      Sistem Musculoskeletal
a.       Subyektif   : lemah, cepat lelah
b.      Obyektif    : tonus otot menurun, nyeri otot/normal. retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan.
7.      Sistem genitourinaria
a.       Subyektif   : -
b.      Obyektif    : produksi urine menurun/normal,
8.      Sistem digestif
a.       Subyektif   : mual, kadang muntah
b.      Obyektif    : konsistensi feses normal/diare

d)     Studi Laboratorik  :
1.      Hb  : menurun/normal
2.      Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3.      Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul, antara lain :
a.      Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas.
b.      Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonary
c.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal.
d.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung.
e.      Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis.

3.3  Intervensi
      Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, oleh karena itu pada malaria sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya edema paru. Atau setidaknya mengenali tanda awal dari kelainan foto pada permulaan insufisiensi paru akut. Adapun intervensi yang dapat diberikan pada penderita edema paru, antara lain :
1.      Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan CVP line. Pemberian melebihi 1500ml cenderung memberikan edema paru.
2.      Bila ada anemi, transfuse darah diberikan perlahan-lahan (1 unit darah dalam 4 jam).
3.      Mengurangi beban jantung kanan dengan tidur setengah duduk, memberikan diuretika (furosemid / bumetadin)  atau venaseksi 250 ml darah.
4.      Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi, dan bila mungkin IPPR (Intermittent Positive Pressure Respiration). Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
5.      Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
6.      Dapat dicoba pemberian vasodilator (intro-prussid) atau nitro-gliserin.
7.      Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
8.      Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
9.      Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
10. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
11. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
12. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
14. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
15. Obat-obatan yang dapat diberikan pada penderita edema paru yaitu Lasix, sedangkan obat-obatan yang harus dihindari yaitu antibiotic, ciprofloxacin karena dapat merangsang terjadinya hepatotoksik.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com