BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Miastenia
gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan
otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10
hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar
400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit
tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas,
kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau
penglihatan ganda.
Myasthenia
gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering
terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada
laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun
bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang
yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan
sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah
thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut
tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi
terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular
sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40%
orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85%
segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang
terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan
berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi.
Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa
menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang
dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut
biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu
dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu,
kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke
hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang
mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh
infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka
tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan
yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.
1.2
Rumusan masalah
2. Bagaimana
konsep miastenia gravis?
3. Bagaimana
konsep proses keperawatan pada miastenia gravis?
1.3
Tujuan instruksional
umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis
1.4
Tujuan instruksional khusus
1.4.1
Mengetahui definisi miastenia gravis
1.4.2
Mengetahui etiologi miastenia gravis
1.4.3
Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
1.4.4
Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis
1.4.5
Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
1.4.6
Mengetahui komplikasi miastenia gravis
1.4.7
Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
1.4.8
Mengetahui prognosis miastenia gravis
1.4.9
Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
1.5 Manfaat
penulisan
1.5.1
Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis
1.5.2
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien miastenia gravis
BAB II
KONSEP DASAR UMUM
2.1
Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis
adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan
kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan
gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya
pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan
Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya
terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf
kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering
pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
2.2
Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan
dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara
unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel
-partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan
motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang
dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR)
pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat
otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada
Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis
terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir,
faktor imunologik yang paling banyak berperanan
2.3
Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah
adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan
neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 %
reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia
gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan
reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.
2.4
Manifestasi Klinis
1.
Kelemahan
otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimic
2.
Kelemahan
otot bulbar
a. Otot- otot
lidah
1. Suara nasal,
regurgitasi nasal
2. Kesulitan
dalam mengunyah
3. Kelemahan
rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
4. Kesulitan
menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat minum
b. Otot - otot
leher
1.
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada
otot-otot ekstensor
3. Kelemahan otot anggota gerak
4. Kelemahan otot pernafasan
a.
Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan
retensi CO2 hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuscular
b.
Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran
nafas atas
2.5
Pemeriksaan Diagnositik
a.
Laboratorium
1. Anti-acetylcholine
receptor antibody
Ø 85% pada
miastenia umum
Ø 60% pada
pasien dengan miastenia okuler
2. Anti-striated
muscle
Ø Pada 84%
pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
3. Interleukin-2
receptor
Ø Meningkat
pada MG
Ø Peningkatan
berhubungan dengan progresifitas penyakit
b.
Imaging
1. X-ray
thoraks
Ø Foto polos
posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum
anterior
2. CT scan
thoraks
Ø Identifikasi
timoma
3. MRI otak dan
orbita
Ø Menyingkirkan
penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
c.
Pemeriksaan
klinis
1.
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak
diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
2. Melirik ke
samping terus menerus akan terjadi diplopia
3. Menghitung
atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara suara
hilang
4. Tes untuk
otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
5. Tes exercise
untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut
45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan
diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
d.
Tes tensilon
(edrophonium chloride)
1. Suntikkan
tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-)
dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek
tensilon akan berakhir 4-5 menit
2. Efek samping
: ventrikel fibrilasi dan henti jantung
e.
Tes
kolinergik
f.
Tes
Prostigmin (neostigmin)
1. Injeksi
prostigmin 1,5 mg im
2. dapat
ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus,
berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit,
berakhir dalam 2-3 jam
g.
Pemeriksaan
EMNG
1. Pada
stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) >
10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang
sampai berat dapat sampai 80%
h.
Pemeriksaan
antibodi Ach
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90%
penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg
beratnya penyakit
i.
Evaluasi
Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan
timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya
timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil
CT sering normal
j.
Diagnosis
Banding
1. Sindroma
Eaton-Lambert :
a. Sering terjadi
bersamaan dengang small cell Ca dari paru.
b. Lesi terjadi
di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik
2. Botulism
a. Penyebab :
neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg
terkontaminasi
b. Dengang cara
menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson
persinaptik
k.
Pengobatan
1. Mestinon
2. Antikolinesterase
: menghambat destruksi Ach
a. Piridostigmin
bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4
jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila
> 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis,
lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
b. Neostigmin
Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
3. Kortikosteroid
: Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai
respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai
perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan
sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat
4. Imunosupresan
a. Obat ;
azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednisone
b. Obat lain :
Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
5. Intravenous
Imunoglobulin
a. Dosis : 0,4
gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
b. Pada MG
berat
c. Plasmapharesis
Pd MG berat
untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg beredar dalam serum penderita
2.6
Penatalaksanaan
a. Periode
istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
- Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
- Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
- Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika perlu.
- Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar toksik obatb diatasi.
- Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan tersebut.
2.7 Komplikasi
a.
Gagal nafas
b.
Disfagia
c.
Krisis miastenik
d.
Krisis cholinergic
e.
Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan
steroid yang lama :
a. Osteoporosis,
katarak, hiperglikemi
- Gastritis, penyakit peptic ulcer
- Pneumocystis carinii
2.8
Prognosis
a. Tanpa
pengobatan angka kematian MG 25-31%
b. MG yang
mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c. 40% hanya
gejala okuler
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
a.
Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur,
jenis kelamin,dan status
- Keluhan utama : kelemahan otot
- Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
- Pemeriksaan fisik
1. B1
(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,
kelemahan otot diafragma
2. B2
(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
3. B3 (brain) :
kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya mata atau
dipoblia
4. B4
(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih
5. B5 (bowel) :
kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik usus turun,
hipersalivasi, hipersekresi
6. B6 (bone) :
gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih
3.2
Diagnosa
a. Ketidakefektifan
pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
- Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis, dipoblia
- Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak optimal
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
- Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
- Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
3.3
Intervensi dan Rasional
a.
Ketidak efektifan
pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan
intervensi pola pernapasan klien kembali efektif
Kriteria
hasil :
1. Irama,
frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
2. Bunyi nafas
terdengar jelas, Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi
1.
Kaji Kemampuan ventilasi
Rasional : Untuk klien
dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan,
kedalaman, dan bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas
vital, kekuatan inspirasi, dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah
pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala
klinik.
2.
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi klien.
3.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi
duduk
Rasional : Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
4.
Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
Rasional : Peningkatan
RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis,
dipoblia
Tujuan
Meningkatnya
persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria
hasil
1.
Adanya perubahan kemampuan yang nyata
2.
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Intervensi
1.
Tentukan kondisi patologis klien
Rasional : untuk
mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.
2.
Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
Rasional : untuk
mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3.
Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten
dan seksama
Rasional : agar klien
tidak kebingungan dan lebih berkonsentrasi.
4.
Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia,
bermusuhan, halusinasi setiap saat.
Rasional : untuk
mengetahui keadaan emosi klien
5.
Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan
kalimat-kalimat pendek.
Rasional : memfokuskan
perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti
- Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
Tujuan
Menyatakan
pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Krikteria
hasil
1.
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
2. Mengubah
lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi
1.
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Menjadi
data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2.
Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
Rasional : Sasaran
klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam
pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan
dosis, dan efek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat
waktu dalah ketegasan
3.
Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
Rasional : Menilai
singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan
- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Tujuan
Infeksi bronkhopulmonal dapat
dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan
memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang
tidak memberikan dampak pada individu yang memilikiparu-paru normal, dapat
berbahaya bagi klien dengan PPOM
Krikteria
hasil
1.
Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi
70-90x/menit
2.
Kemampuan batuk efektif dapat optimal
3.
Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi
1.
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Menjadi
data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2.
Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
Rasional : Sasaran
klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam
pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan
dosis, danefek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat
waktu adalah ketegasan
3.
Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
Rasional : Menilai
singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan
- Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan
Klien dapat
menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Krikteria
hasil
1. Terciptanya suatu komunikasi di mana
kebutuhan klien dapat dipenuhi
2. Klien mampu merespons setiap berkomunikasi
secara verbal maupun isyarat.
Intervensi
1.
Kaji komunikasi verbal klien
Rasional : Kelemahan
otot-otot bicara klien krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi
2.
Lakukan metode komunikasi yang idealsesuai dengan
kondisi klien
Rasional : Teknik
untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan klien, mengulangi apa yang
mereka coba komunikasikan dengan jelas dan membuktikan yang diinformasikan,
berbicara dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan atau goyangkan
jari-jari tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis
klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.
3.
Beri peringatan bahwaklien di ruang ini mengalami
gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu
Rasional : Untuk
kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi
4.
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien
Rasional : Membantu
menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi
5.
Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan
dan tenang, gunakan pertanyaan denganjawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikan respon
klien
Rasional : Mengurangi
kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi
komunikasi ingatan dan kata-kata.
6.
Kolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara
Rasional : Mengkaji
kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi
- Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
Tujuan
Citra diri klien meningkat
Krikteria
Hasil
1.
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
2.
Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
3.
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep
diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi
1.
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan
dengan derajat ketidakmampuan
Rasional : Menentukan
bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2.
Identifikasi arti dari Kehilangan atau disfungsi pada
klien.
Rasional : Beberapa
klien dapat menerima dan mengatur beberapa fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan
mengenal dan mengatur kekurangan.
3.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki
kebiasaan
Rasional : Membantu
meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan
4.
Anjurkan orang yang Terdekat untuk mengizinkan klien
melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya
Rasional : Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi
5.
Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan
konseling bila ada indikasi
Rasional : Dapat
memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan
3.4
Evaluasi
a. Bersihan jalan napas efektif.
b. Persepsi
sensorik optimal
c. Pasien dapat melihat dengan bantuan penutup
mata
d. Kemampuan
aktivitas optimal
e. Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif
pilihan pasien
f. Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang
positif
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis
dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi
pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa
keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan
beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
4.2
Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan
kepada pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa
terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk
mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal
hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan
kesehatan pada penderita myhastenia gravis.
DAFTAR PUSTAKA
http://copyaskep.wordpress.com/2011/09/13/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-myasthenia-gravis/
(diakses pada tanggal 26
januari 2013)
http://pataulanursing.wordpress.com/2011/09/19/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-miastenia-gravis/
(diakses pada tanggal 26
januari 2013)
http://akperppnisolojateng.blogspot.com
(diakses pada tanggal 26
januari 2013)
http://rizok.wordpress.com/2010/08/09/apa-sih-myasthenia-itu/
(diakses pada tanggal 26
januari 2013)
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis/diagnosa-myasthenia-gravis.html(diakses pada tanggal 28 januari
2013)
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html(diakses pada tanggal 28 januari
2013)
http://tunsa.wordpress.com/2012/06/04/tentang-myasthenia-gravis/(diakses pada tanggal 28 januari
2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami
berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks
0 komentar:
Posting Komentar