Selasa, 05 Februari 2013

ASKEP MYASTHENIA GRAVIS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

1.2 Rumusan masalah
2.      Bagaimana konsep miastenia gravis?
3.      Bagaimana konsep proses keperawatan pada miastenia gravis?

1.3 Tujuan instruksional umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis

1.4 Tujuan instruksional khusus
1.4.1        Mengetahui definisi miastenia gravis
1.4.2        Mengetahui etiologi miastenia gravis
1.4.3        Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
1.4.4        Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis
1.4.5        Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
1.4.6        Mengetahui komplikasi miastenia gravis
1.4.7        Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
1.4.8        Mengetahui prognosis miastenia gravis
1.4.9        Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis

1.5  Manfaat penulisan
1.5.1        Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis
1.5.2        Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien miastenia gravis


BAB II
KONSEP DASAR UMUM

2.1 Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun. 

2.2 Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan

2.3 Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

2.4 Manifestasi Klinis
1.      Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)
a.       Ptosis
b.      Diplobia
c.       Otot mimic
2.      Kelemahan otot bulbar
a.       Otot- otot lidah
1.      Suara nasal, regurgitasi nasal
2.      Kesulitan dalam mengunyah
3.      Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
4.      Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat minum

b.      Otot - otot leher
1.      Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor

3.      Kelemahan otot anggota gerak

4.      Kelemahan otot pernafasan
a.       Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuscular
b.      Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas

2.5 Pemeriksaan Diagnositik
a.      Laboratorium
1.      Anti-acetylcholine receptor antibody
Ø  85% pada miastenia umum
Ø  60% pada pasien dengan miastenia okuler
2.      Anti-striated muscle
Ø  Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
3.      Interleukin-2 receptor
Ø  Meningkat pada MG
Ø  Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

b.      Imaging
1.      X-ray thoraks
Ø  Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
2.      CT scan thoraks
Ø  Identifikasi timoma
3.      MRI otak dan orbita
Ø  Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin

c.       Pemeriksaan klinis
1.      Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
2.      Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
3.      Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara suara hilang
4.      Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
5.      Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali

d.      Tes tensilon (edrophonium chloride)
1.      Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
2.      Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

e.       Tes kolinergik

f.        Tes Prostigmin (neostigmin)
1.      Injeksi prostigmin 1,5 mg im
2.      dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam

g.      Pemeriksaan EMNG
1.      Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%

h.      Pemeriksaan antibodi Ach
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit

i.        Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal

j.        Diagnosis Banding
1.      Sindroma Eaton-Lambert :
a.       Sering terjadi bersamaan dengang small cell Ca dari paru.
b.      Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik
2.      Botulism
a.       Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg terkontaminasi
b.      Dengang cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson persinaptik

k.       Pengobatan
1.      Mestinon
2.      Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
a.       Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
b.      Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
3.      Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat
4.      Imunosupresan
a.       Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednisone
b.      Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
5.      Intravenous Imunoglobulin
a.       Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
b.      Pada MG berat
c.       Plasmapharesis
Pd MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg beredar dalam serum penderita

2.6 Penatalaksanaan
a.       Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
  1. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
  2. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
  3. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika perlu.
  4. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar toksik obatb diatasi.
  5. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan tersebut.

2.7 Komplikasi
a.       Gagal nafas
b.      Disfagia
c.       Krisis miastenik
d.      Krisis cholinergic
e.       Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama :
a.       Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
  1. Gastritis, penyakit peptic ulcer
  2. Pneumocystis carinii

2.8 Prognosis
a.       Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
b.      MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
c.       40% hanya gejala okuler


 
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a.       Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin,dan status
  1. Keluhan utama : kelemahan otot
  2. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
  3. Pemeriksaan fisik
1.      B1 (breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan otot diafragma
2.      B2 (bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
3.      B3 (brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya mata atau dipoblia
4.      B4 (bladder)  : menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih
5.      B5 (bowel) : kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik usus turun, hipersalivasi, hipersekresi
6.      B6 (bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih

3.2 Diagnosa
a.       Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
  1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis, dipoblia
  2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak optimal
  3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
  4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
  5. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
3.3 Intervensi dan Rasional
a.      Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektif

Kriteria hasil :
1.      Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
2.      Bunyi nafas terdengar jelas, Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi
1.      Kaji Kemampuan ventilasi
Rasional : Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi, dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinik.
2.      Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.
3.      Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
4.      Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
Rasional : Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

b.      Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis, dipoblia
Tujuan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.

Kriteria hasil
1.      Adanya perubahan kemampuan yang nyata
2.      Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

Intervensi
1.      Tentukan kondisi patologis klien
Rasional : untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.
2.      Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
Rasional : untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3.      Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
Rasional : agar klien tidak kebingungan dan lebih berkonsentrasi.
4.      Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
Rasional : untuk mengetahui keadaan emosi klien
5.      Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
Rasional : memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti



  1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
Tujuan
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

Krikteria hasil
1.      Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
2.      Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi
1.      Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2.      Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
Rasional : Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai agen-agen antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, dan efek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu dalah ketegasan
3.      Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
Rasional : Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan

  1. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Tujuan
Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM

Krikteria hasil
1.      Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
2.      Kemampuan batuk efektif dapat optimal
3.      Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi
1.      Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2.      Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
Rasional : Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan. Menjadi partisipan dalam pengobatan, klien harus belajar tentang fakta-fakta dasar mengenai agen-agen antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting pada pengguaan medikasi dengan tepat waktu adalah ketegasan
3.      Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
Rasional : Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan

  1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat

Krikteria hasil
1.   Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
2.   Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi
1.      Kaji komunikasi verbal klien
Rasional : Kelemahan otot-otot bicara klien krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi
2.      Lakukan metode komunikasi yang idealsesuai dengan kondisi klien
Rasional : Teknik untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan klien, mengulangi apa yang mereka coba komunikasikan dengan jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara dengan klien terhadap kedipan mata mereka dan atau goyangkan jari-jari tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak. Setelah periode krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.
3.      Beri peringatan bahwaklien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu
Rasional : Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi
4.      Antisipasi dan bantu kebutuhan klien
Rasional : Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi
5.      Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan denganjawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikan respon klien
Rasional : Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi. Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
6.      Kolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara
Rasional : Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi

  1. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
Tujuan
Citra diri klien meningkat

Krikteria Hasil
1.      Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
2.      Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
3.      Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi
1.      Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Rasional : Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2.      Identifikasi arti dari Kehilangan atau disfungsi pada klien.
Rasional : Beberapa klien dapat menerima dan mengatur beberapa fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.
3.      Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Rasional : Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan
4.      Anjurkan orang yang Terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya
Rasional : Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
5.      Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
Rasional : Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan

3.4 Evaluasi
a.       Bersihan jalan napas efektif.
b.      Persepsi sensorik optimal
c.       Pasien dapat melihat dengan bantuan penutup mata
d.      Kemampuan aktivitas optimal
e.       Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif pilihan pasien
f.       Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang positif


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.

4.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita myhastenia gravis.


DAFTAR PUSTAKA

http://akperppnisolojateng.blogspot.com (diakses pada tanggal 26 januari 2013)
http://www.mgindonesia.org/myasthenia-gravis.html(diakses pada tanggal 28 januari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com