Jumat, 15 Februari 2013

ASKEP ENSEFALITIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    KONSEP DASAR UMUM
1.      Definisi
Menurut Mansjoer (2000) Ensenfalitis adalah radang selaput otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, protozoa, ricketsa atau virus.
Enshepalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.

2.      Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab  Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

3.      Klasifikasi
Klasifikasi encefhalitis berdasarkan jenis virus serta epidemiologinya :
a.      Infeksi virus yang bersifat endemic
1.      Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, vieus ECHO.
2.      Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
b.      Infeksi virus yang bersifat sporadic
Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfoggranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c.       Encephalitis pasca – infeksi
Pasca morbili, pasca – varisela, pasca – rubella, pasca – vaksinia, psca – mononucleosis infeksius, dan jenis – jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. ( Robin cit. Hasan, 1997 ).

4.      Manifestasi Klinik
Meskipun penyebabnya berbeda - beda, gejala klinis encefhalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Encefhalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun (Manjoer, 2000).
Adapun tanda dan gejala encephalitis sebagai berikut :
a.       Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
b.      Kesadaran dengan cepat menurun
c.       Muntah
d.      Kejang – kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja. ( kejang – kejang dimuka ).
e.       Gejala – gekala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri – sendiri atau bersama – sama, missal paralisis, afasia, dan sebagainya ( Hasan, 1997 )

5.      Pemeriksaan Penunjang
a.      Biakan :
1.      Dari darah
Viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
2.      Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi)
Akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3.      Dari feses
Untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
4.      Dari swap hidung dan tenggorokan
Didapat hasil kultur positif
b.      Pemeriksaan serologis
Uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
c.       Pemeriksaan darah
Terjadi peningkatan angka leukosit.
d.      Punksi lumbal  Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e.       EEG/Electroencephalography
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
f.        CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.(Victor, 2001)

6.      Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna. Setelah itu masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara :
a.       Setempat : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.
b.      Penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c.       Penyebaran melalui saraf – saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan menyebar melalui system saraf.
Masa prodomal berlangsung 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat.

8.      Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar antara 35 sampai 50 %. Daripada penderita yang hidup 20 sampai 40 % mempunyai komplikasi atau gejala sisa berupa paralisis, pergerakan “ choreaathetoid “, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain.
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a.       Retardasi mental
b.      Iritabel
c.       Gangguan motorik
d.      Epilepsi
e.       Emosi tidak stabil
f.       Sulit tidur
g.      Halusinasi
h.      Enuresis
i.        Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain

9.      Penatalaksanaan
a.      Isolasi
Isolasi betujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar sebagai tindakan pencegahan.
b.      Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur
Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :
1.      Ampicillin : 200 mg / kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
2.      Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
3.      Bila encephalitis disebabkan oleh virus ( HSV ), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10 – 14 hari untuk mencegah kekambuhan ( Victor, 2001 ).
4.      Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
c.       Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak.
1.      Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan ; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2.      Glukosa 20 %, 10 ml intrvena beberapa klai sehari disuntikan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3.      Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
d.      Mengontrol kejang
Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.
1.      Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3 – 0, 5 mg/kgBB/kali.
2.      Bila 15 menit belum teratasi/ kejang lagi bisa diulang dengan dosis yang sama
3.      Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e.       Mempertahankan ventilasi
Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai dengan kebutuhan ( 2 – 31/ menit )
f.        Penatalaksanaan shock septic
g.      Mengontrol perubahan suhu lingkungan
h.      Untuk mengatasi hiperpireksia
Diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.  Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)

B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Data-data yang di identifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi penderita, meliputi :
a.      Biodata.
Merupakan  identitas  klien  meliputi  :  nama,  umur,  jenis  kelamin,  agama,  suku  bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas  ini  digunakan  untuk  membedakan  klien  satu  dengan  yang  lain.  Jenis  kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b.      Keluhan utama.
Merupakan  kebutuhan  yang mendorong  penderita  untuk masuk RS.  keluhan  utama  pada penderita  encephalitis  yaitu  sakit  kepala,  kaku  kuduk,  gangguan  kesadaran,  demam  dan kejang.
c.       Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul  atau  kekambuhan  dari  penyakit  yang  pernah  dialami  sebelumnya.  Biasanya  pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri  tenggorokan, malaise, nyeri  ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti  tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan  kejang  kadang-kadang  disertai  tanda  neurologis  fokal  berupa  afasia,  hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d.      Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.  Dalam  riwayat  prenatal  perlu  diketahui  penyakit  apa  saja  yang  pernah  diderita  oleh  ibu terutama  penyakit  infeksi.  Riwayat  natal  perlu  diketahui  apakah  bayi  lahir dalam  usia kehamilan  aterm  atau  tidak  karena  mempengaruhi  system  kekebalan  terhadap  penyakit pada anak. Trauma persalinan  juga mempengaruhi  timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir.
Contoh  :  BBLR,  apgar  score,  yang  mempengaruhi  pertumbuhan  dan  perkembangan selanjutnya.  
e.       Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak  atau  hubungan  dengan  kasus-kasus meningitis  akan meningkatkan  kemungkinan terjdinya peradangan atau  infeksi pada  jaringan otak  (J.G. Chusid, 1993).  Imunisasi perlu dikaji  untuk  mengetahui  bagaimana  kekebalan  tubuh  anak.  Alergi  pada  anak  perlu diketahui untuk dihindarkan  karena dapat memperburuk keadaan.
f.        Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan  gambaran  kesehatan  keluarga,  apakah  ada  kaitannya  dengan  penyakit  yang dideritanya. 
Pada  keadaan  ini  status  kesehatan  keluarga  perlu  diketahui,  apakah  ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram 1983). 
g.      Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak.  Perjalanan  klinik  dari  penyakit  sehingga  mengganggu  status  mental,  perilaku  dan kepribadian.  Perawat  dituntut  mengkaji  status  klien  ataukeluarga  agar  dapat memprioritaskan masalah keperawatnnya. (Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h.      Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering  terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara  lain  : gangguan  pemenuahan  kebutuhan  nutrisi  karena  mual  muntah,  hipermetabolik  akibat proses  infeksi  dan  peningkatan  tekanan  intrakranial.  Pola  istirahat  pada  penderita  sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain  perilaku  bermain  perlu  diketahui  jika  ada  perubahan  untuk  mengetahui  akibat hospitalisasi pada anak. 
i.        Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan  fisik  lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
1.      Keadaan umum.
Penderita  biasanya  keadaan  umumnya  lemah  karena  mengalami  perubahan  atau penurunan  tingkat  kesadaran.  Gangguan  tingkat  kesadaran  dapat  disebabkan  oleh gangguan  metabolisme  dan  difusi  serebral  yang  berkaitan  dengan  kegagalan  neural akibat prosses peradangan otak.
2.      Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada  batang  otak  yang  menyebabkan  pernafasan  tidak  teratur.  Apabila  tekanan intrakranial  sampai  pada  batas  fatal  akan  terjadi  paralisa otot  pernafasan  (F.  Sri Susilaningsih, 1994).
3.      Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya  kompresi  pada  pusat  vasomotor  menyebabkan  terjadi  iskemik  pada  daerah tersebut,  hal  ini  akan merangsaang  vasokonstriktor  dan menyebabkan  tekanan  darah meningkat.  Tekanan  pada  pusat  vasomotor  menyebabkan  meningkatnya  transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
4.      Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan  intrakranial yang menstimulasi  hipotalamus  anterior  dan  nervus  vagus  sehingga  meningkatkan  sekresi asam  lambung.  Dapat  pula  terjd  diare  akibat  terjadi  peradangan  sehingga  terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).

j.        Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada  setiap  anak  yang  mengalami  penyakit  yang  sifatnya  kronuis  atau  mengalami hospitalisasi  yang  lama,  kemungkinan  terjadinya  gangguan  pertumbuhan  dan perkembangan sangat besar. Hal  ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi  tubuh menurun termasuk  fungsi  social  anak.  Tahun-tahun  pertama  pada  anak  merupakan  “tahun  emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai  tugas  –tugas  pertumbuhan  selanjutnya.  Pengkajian  pertumbuhna  dan perkembangan anak  ini menjadi penting  sebagai  langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.

2.      Diagnosa
a.       Potensial  terjadi  peningkatan  tekanan  intra  cranial  sehubungan  dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan
b.      Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
c.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
e.       Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
f.       Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang ( Twiching )
g.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran menurun
h.      Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
i.        Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
j.        Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit

3.      Intervensi dan Rasional
a.      Potensial  terjadi  peningkatan  tekanan  intracranial  berhubungan  dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan tekanan intra cranial tidak  terjadi  yang  ditandai  dengan  =  Tidak  ada  tanda-tanda  peningkatan  tekanan intra  cranial  seperti  peningkatan  tekanan  darah,  denyut  nadi  lambat, pernafasan  dalam  dan  lambat,  hiperthermia,  pupil melebar,  anisokor,  reflex terhadap cahaya negatif, tingkat kesadaran menurun.

Intervensi :
1.      Kaji ulang  status neurologis berhubungan dengan  tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
Rasional : Peningkatan  TIK  dapat diketahui  secara  dini  untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2.      Monitor  TTV  :  tekanan  darah, denyut  nadi,  respirasi,  suhu minimal satu jam sampai keadaan klien stabil.
Rasional: Peningkatan  TIK  dapat diketahui  secara  dini  untuk menentukan  tindakan selanjutnya.
3.      Naikkan  kepala  dengan  sudut  15 - 45 derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi) dan  posisi  netral  (dari kepala  hingga  daerah  lumbal dalam garis lurus).
Rasional : Dengan posisi tersebut maka akan  meningkatan  dan melancarkan aliran  balik vena  darah  sehingga mengurangi  kongesti serebrum,  edema dan mencegah terjadi penigkatan TIK.
Posisi  netral  tanpa hiper  ekstensi  dan fleksi dapat  mencegah  penekanan pada  saraf  spinalis  yang menambah  peningkatan TIK.
4.      Monitor  intake  dan  output  cairan tiap 8 jam sekali.
Rasional : Tindakan  ini  mencegah kelebihan  cairan  yang dapat menambah edema serebri
5.      Kolaborasi  dengan  tim  medis dalam pemberian obat anti edema seperti manitol,  gliserol,  dan lasix.
Rasional : Obat-oabatan  tersebut  dapat menarik  cairan  untuk mengurangi edema otak.
6.      Berikan  oksigen  sesuai  program dengan  saluran  pernafasan  yang lancar.
Rasional : Mengurangi  hipoksemia dapat  meningkatan vasodilatasi  serebri, volume darah dan TIK.

b.      Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
Tujuan :
Setelah dilakuakan  tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi adequat yang ditandai dengan : Frekwensi pernafasan 20-24 X/menit, irama teratur, bunyi nafas normal, tidak ada stridor, ronchi, whezzing, tidak ada pernafasan cuping hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.

Intervensi :
1.      Kaji  ulang  kecepatan  kedalaman, frekwensi, irama dan bunyi nafas.
Rasional : Perubahan yang terjadi berguna dalam  menunjukkan  adanya komplikasi  pulmunal  dan luasnya  bagian  otak  yang terkena.
2.      Atur  posisi  klien  dengan  posisi semi fowler.
Rasional : Dengan  posisi  tersebut  maka akan  mengurangi  isi  perut terhadap  diafragma,  sehingga ekspansi paru tidak terganggu.
3.      Lakukan fisioterapi dada
Rasional : Dengan  fisioterapi  dada diharapkan  secret  dapat didirontokkan kejalan  nafas besar dan bisa di keluarkan.
4.      Lakukan  penghisapan  lendir dengan  hati-hati  selama  10-15 detik.  Catat sifat,  warna  dan  bau secret.
Rasional : Dengan  dilakukannya penghisapan  secret maka  jalan nafas  akan bersih  dan akumulasi  secret  bisa  dicegah sehingga pernafasan bisa lancar dan efektif.
5.      Observasi  TTV  terutama frekwensi pernafasan.
Rasional : TTV  merupakan  gambaran perkembangan  klien  sebagai  pertimbangan  dilakukannya tindakan berikutnya.
6.      Lakukan  kolaborasi  dengan  tim medis  dalam  pemberian  terapi oksigen monitor  ketepatan  terapi dan  komplikasi  yang  mungkin timbul.
Rasional : Pemberian  Oksigen  dapat meningkatkan  oksigenasi  otak. Ketepatan  terapi  dibutuhkan untuk  mencegah  terjadinya keracunan  oksigen serta  iritasi saluran nafas.

c.       Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan :
meningkatkan bagian tubuh terutama ekstremitas, agar dapat berajtivitas denagn normal tanpa meminta bantuan orang lain

Intervensi :
1.      Periksa kembali kemampuan dan keadaaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
Rasional : Mengidentifikasi kemungkinan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan
2.      Berikan/ bantu untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/ posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
3.      Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut
Rasional : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian badan
4.      Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab dan ganti linen/ pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang dan mencegah decubitus)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskorlasi kulit
5.      Bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi
Rasional : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting

d.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan :
suhu badan dalam batas normal.

Intervensi :
1.      Ukur suhu badan anak setiap 2 – 4 jam.
Rasional : Pemantauan dapat mendeteksi kenaikan suhu .

2.      Pantau suhu lingkungan
Rasional : Lingkungan yang sejuk dapat mengurangi demam melalui kehilangan panas secara radiasi.
3.      Berikan kompres hangat.
Rasional : Kompres hangat dapat mendinginkan permukaan tubuh melalui proses konduksi.
4.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antipiretik dan antimikroba.
Rasional : Antipiretik dapat mengurangi demam dan antimikroba dapat mengobati infeksi yang menjadi penyebab penyakit.

e.       Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
mempertahankan fungsi persepsi

Intervensi :
1.      Kaji kesadaran sensorik seperti respon panas / dingin atau benda tajam / tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh
Rasional : Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua system sensorik dapat terpengaruh denagn adanya perubahan kehilangan sensasi / kemampuan untuk menerima dan berespon secara stimulasi
2.      Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana.
Rasional : Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap peningkatan fungsi neurologi.
3.      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
Rasional : Memberikan terapi pada klien untuk membentu proses penyembuhan.

f.        Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang ( Twiching )
Tujuan :
tidak terjadi trauma

Intervensi :
1.      Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapi terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
Rasional : Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2.      Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
Rasional : Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

g.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran menurun
Tujuan :
Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi meningkat atau terpenuhi.

Intervensi :
1.      Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Rasional : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
2.      Auskultsi bising usus, catat adanya penurunan/ hilangnya suara yang hiperaktif
Rasional : Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cidera kepala, jadi  bising usus membantu dalam menentukan respon untukmakanan.
3.      Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4.      Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur
Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
5.      Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien.
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningklatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
6.      Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Untuk mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)

h.      Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan cairan terpenuhi

Intervensi :
1.      Kaji intake dan output cairan
Rasional : Membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.      Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan seperti turgor kulit tidak elastic, ubun – ubun cekung, produksi urin menurun, membrane mukosa kering, bibir pecah – pecah.
Rasional : Dengan mengetahui tanda –tanda meningkatnya kekurangan cairan maka dapat membantu dalam melakukan tindakan keperawatan dan terapi selanjutnya.
3.      Timbang BB pasien
Rasional : BB dapat menindikasikan bahwa tubuh pasien memiliki keseimbangan cairan dalam tubuh.
4.      Monitor pemberian cairan intravena setiap jam.
Rasional : Pemberian cairan intravena dapat membantu mengembalikan cairan tubuh yang telah hilang.

i.        Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Intervensi :
1.      Kaji keadaan kulit pasien meliputi struktur, bentuk lesi, serta penyebaran lesi pada kulit.
Rasional : Keadaan kulit pasien dapat menjadi indicator untuk menentukan tindakan perawatan selajutnya
2.      Ubah posisi pasien
Rasional : Dengan mengubah posisi pasien dapat mencegah terjadinya dekubitus.
3.      Kolaborasi dalam pemberian obat – obat topical.
Rasional : Pemberian obat topical dapat membantu penyembuhan luka pada kulit

j.        Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
Tujuan :
Keluarga memahami tentang penyakit yang diderita pasien

Intervensi :
1.      Beri informasi tentang penyakit pasien kepada keluarga.
Rasional : Informasi yang didapat oleh kelurga dapat membantu menghilangkan kecemasan kelurga dan dapat membantu dalam melakukan tindakan perawtan dirumah.
2.      Ajar keluarga pasien teknik merawat pasien dirumah
Rasional : engan pengetahuan keuraga tentang teknik perawatan pasien dirumah maka dapat membantu penyembuhan pasien dan terhindar dari komplikasi – komplikasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 12 februari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com