BAB I
PENDAHULUAN
A.
KONSEP DASAR UMUM
1.
Definisi
Menurut Mansjoer (2000)
Ensenfalitis adalah radang selaput otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
protozoa, ricketsa atau virus.
Enshepalitis adalah
infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada
encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak dan medula spinalis.
2.
Etiologi
Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis
adalah Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T.
Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif
akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin
dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis
yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus
langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu.
3.
Klasifikasi
Klasifikasi encefhalitis berdasarkan jenis virus serta
epidemiologinya :
a. Infeksi
virus yang bersifat endemic
1.
Golongan
enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, vieus ECHO.
2.
Golongan
virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer
encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi
virus yang bersifat sporadic
Rabies,
Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfoggranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
c. Encephalitis
pasca – infeksi
Pasca
morbili, pasca – varisela, pasca – rubella, pasca – vaksinia, psca –
mononucleosis infeksius, dan jenis – jenis lain yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik. ( Robin cit. Hasan, 1997 ).
4.
Manifestasi Klinik
Meskipun penyebabnya berbeda - beda, gejala klinis
encefhalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Encefhalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun (Manjoer, 2000).
Adapun tanda dan gejala encephalitis sebagai berikut :
a.
Suhu
yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
b.
Kesadaran
dengan cepat menurun
c.
Muntah
d.
Kejang
– kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja. ( kejang –
kejang dimuka ).
e.
Gejala
– gekala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri – sendiri atau bersama –
sama, missal paralisis, afasia, dan sebagainya ( Hasan, 1997 )
5.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Biakan :
1.
Dari
darah
Viremia
berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang
positif.
2. Dari likuor serebrospinalis atau
jaringan otak (hasil nekropsi)
Akan
didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3. Dari feses
Untuk
jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
4. Dari swap hidung dan tenggorokan
Didapat
hasil kultur positif
b.
Pemeriksaan serologis
Uji
fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan
serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal
gejala penyakit timbul.
c.
Pemeriksaan darah
Terjadi
peningkatan angka leukosit.
d.
Punksi
lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
e.
EEG/Electroencephalography
EEG sering
menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang
menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses,
jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola
normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
f.
CT scan
Pemeriksaan
CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil
edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada
kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.(Victor,
2001)
6.
Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan
saluran cerna. Setelah itu masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh
tubuh dengan beberapa cara :
a. Setempat : virus alirannya terbatas
menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus
masuk kedalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ
tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf – saraf :
virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan menyebar melalui system
saraf.
Masa prodomal berlangsung 1 – 4 hari
ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstremitas dan pucat.
8.
Komplikasi
Angka kematian untuk ensefalitis ini masih tinggi, berkisar
antara 35 sampai 50 %. Daripada penderita yang hidup 20 sampai 40 % mempunyai
komplikasi atau gejala sisa berupa paralisis, pergerakan “ choreaathetoid “,
gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain.
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i.
Anak
menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain
9.
Penatalaksanaan
a.
Isolasi
Isolasi
betujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar sebagai tindakan pencegahan.
b.
Terapi antimikroba, sesuai hasil
kultur
Obat yang
mungkin dianjurkan oleh dokter :
1. Ampicillin : 200 mg / kgBB/24 jam,
dibagi 4 dosis
2. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam,
dibagi 4 dosis
3. Bila encephalitis disebabkan oleh
virus ( HSV ), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10 – 14 hari
untuk mencegah kekambuhan ( Victor, 2001 ).
4. Untuk kemungkinan infeksi sekunder
diberikan antibiotika secara polifragmasi.
c.
Mengurangi meningkatnya tekanan
intracranial, manajemen edema otak.
1. Mempertahankan hidrasi, monitor
balans cairan ; jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
2. Glukosa 20 %, 10 ml intrvena
beberapa klai sehari disuntikan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema
otak.
3. Kortikosteroid intramuscular atau
intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak.
d.
Mengontrol kejang
Obat
antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan
ialah valium dan atau luminal.
1. Valium dapat diberikan dengan dosis
0,3 – 0, 5 mg/kgBB/kali.
2. Bila 15 menit belum teratasi/ kejang
lagi bisa diulang dengan dosis yang sama
3. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15
menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
e.
Mempertahankan ventilasi
Bebaskan
jalan nafas, berikan O2 sesuai dengan kebutuhan ( 2 – 31/ menit )
f.
Penatalaksanaan shock septic
g.
Mengontrol perubahan suhu lingkungan
h.
Untuk mengatasi hiperpireksia
Diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai
hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari
secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga
diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral.(Hassan, 1997)
B.
KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Data-data yang di
identifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi penderita, meliputi :
a.
Biodata.
Merupakan
identitas klien meliputi
: nama, umur,
jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
Identitas ini digunakan
untuk membedakan klien
satu dengan yang
lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat
atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b.
Keluhan
utama.
Merupakan
kebutuhan yang mendorong penderita
untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu
sakit kepala, kaku
kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
c.
Riwayat
penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi
keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau
kekambuhan dari penyakit
yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4
hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung
dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah,
irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang
kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa
afasia, hemiparesis, hemiplegia,
ataksia dan paralisi saraf otak.
d.
Riwayat
kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal,
natal dan post natal. Dalam riwayat
prenatal perlu diketahui
penyakit apa saja
yang pernah diderita
oleh ibu terutama penyakit
infeksi. Riwayat natal
perlu diketahui apakah
bayi lahir dalam usia kehamilan aterm
atau tidak karena
mempengaruhi system kekebalan
terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban
untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
lahir.
Contoh : BBLR,
apgar score, yang
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
e.
Riwayat
penyakit yang lalu.
Kontak
atau hubungan dengan
kasus-kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada
jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk
mengetahui bagaimana kekebalan
tubuh anak. Alergi
pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
f.
Riwayat
kesehatan keluarga.
Merupakan
gambaran kesehatan keluarga,
apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya.
Pada
keadaan ini status
kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno
marram 1983).
g.
Riwayat
social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung
terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Perjalanan klinik dari
penyakit sehingga mengganggu
status mental, perilaku
dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji
status klien ataukeluarga
agar dapat memprioritaskan masalah
keperawatnnya. (Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h.
Kebutuhan
dasar (aktfitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari
antara lain : gangguan
pemenuahan kebutuhan nutrisi
karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi
dan peningkatan tekanan
intrakranial. Pola istirahat
pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi
penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena
penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku
bermain perlu diketahui
jika ada perubahan
untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i.
Pemeriksaan
fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik
lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara
umum meliputi :
1.
Keadaan
umum.
Penderita
biasanya keadaan umumnya
lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat
kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan
oleh gangguan metabolisme dan
difusi serebral yang
berkaitan dengan kegagalan
neural akibat prosses peradangan otak.
2.
Gangguan
system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra
cranial menyebabakan kompresi pada
batang otak yang
menyebabkan pernafasan tidak
teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai
pada batas fatal
akan terjadi paralisa otot
pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
3.
Gangguan
system kardiovaskuler.
Adanya
kompresi pada pusat
vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal
ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan
darah meningkat. Tekanan pada
pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang
parasimpatis ke jantung.
4.
Gangguan
system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena
peningkatan tekanan intrakranial yang
menstimulasi hipotalamus anterior
dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam
lambung. Dapat pula
terjd diare akibat
terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
j.
Pertumbuhan
dan perkembangan.
Pada
setiap anak yang
mengalami penyakit yang
sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama,
kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
sangat besar. Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun
termasuk fungsi social
anak. Tahun-tahun pertama
pada anak merupakan
“tahun emas” untuk kehidupannya.
Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk
mencapai tugas –tugas
pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian
pertumbuhna dan perkembangan
anak ini menjadi penting sebagai
langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan
dengan menggunakan format DDST.
2.
Diagnosa
a. Potensial terjadi
peningkatan tekanan intra
cranial sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak
akibat proses peradangan jaringan
b. Tidak
efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
c. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi.
e. Perubahan
persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
f. Resiko
tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang ( Twiching )
g. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran menurun
h. Resiko
kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
i.
Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan kesadaran
j.
Koping
keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
3.
Intervensi dan Rasional
a.
Potensial terjadi
peningkatan tekanan intracranial
berhubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan
tekanan intra cranial tidak terjadi yang
ditandai dengan =
Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intra cranial
seperti peningkatan tekanan
darah, denyut nadi
lambat, pernafasan dalam dan
lambat, hiperthermia, pupil melebar, anisokor,
reflex terhadap cahaya negatif, tingkat kesadaran menurun.
Intervensi
:
1. Kaji
ulang status neurologis berhubungan dengan
tanda-tanda peningkatan TIK, terutama
GCS.
Rasional
:
Peningkatan TIK dapat diketahui secara
dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Monitor TTV
: tekanan darah, denyut
nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai keadaan klien
stabil.
Rasional:
Peningkatan TIK dapat diketahui secara
dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
3. Naikkan kepala
dengan sudut 15 - 45 derajat (tidak hiperekstensi dan
fleksi) dan posisi netral
(dari kepala hingga daerah
lumbal dalam garis lurus).
Rasional
:
Dengan posisi tersebut maka akan
meningkatan dan melancarkan aliran balik vena
darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi penigkatan TIK.
Posisi
netral tanpa hiper ekstensi
dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf
spinalis yang menambah peningkatan TIK.
4. Monitor intake
dan output cairan tiap 8 jam sekali.
Rasional
:
Tindakan ini mencegah kelebihan cairan
yang dapat menambah edema serebri
5. Kolaborasi dengan
tim medis dalam pemberian obat
anti edema seperti manitol,
gliserol, dan lasix.
Rasional
:
Obat-oabatan tersebut dapat menarik
cairan untuk mengurangi edema
otak.
6. Berikan oksigen
sesuai program dengan saluran
pernafasan yang lancar.
Rasional : Mengurangi hipoksemia dapat meningkatan vasodilatasi serebri, volume darah dan TIK.
b.
Tidak
efektifnya jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
Tujuan
:
Setelah dilakuakan
tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi adequat yang
ditandai dengan : Frekwensi pernafasan 20-24 X/menit, irama teratur, bunyi
nafas normal, tidak ada stridor, ronchi, whezzing, tidak ada pernafasan cuping
hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.
Intervensi
:
1. Kaji ulang
kecepatan kedalaman, frekwensi,
irama dan bunyi nafas.
Rasional
:
Perubahan yang terjadi berguna dalam
menunjukkan adanya
komplikasi pulmunal dan luasnya
bagian otak yang terkena.
2. Atur posisi
klien dengan posisi semi fowler.
Rasional
:
Dengan posisi tersebut
maka akan mengurangi isi
perut terhadap diafragma, sehingga ekspansi paru tidak terganggu.
3. Lakukan
fisioterapi dada
Rasional
:
Dengan fisioterapi dada diharapkan secret
dapat didirontokkan kejalan nafas
besar dan bisa di keluarkan.
4. Lakukan penghisapan
lendir dengan hati-hati selama
10-15 detik. Catat sifat, warna
dan bau secret.
Rasional
:
Dengan dilakukannya penghisapan secret maka
jalan nafas akan bersih dan akumulasi
secret bisa dicegah sehingga pernafasan bisa lancar dan efektif.
5. Observasi TTV
terutama frekwensi pernafasan.
Rasional
:
TTV merupakan gambaran perkembangan klien
sebagai pertimbangan dilakukannya tindakan berikutnya.
6. Lakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam
pemberian terapi oksigen monitor ketepatan
terapi dan komplikasi yang
mungkin timbul.
Rasional
:
Pemberian Oksigen dapat meningkatkan oksigenasi
otak. Ketepatan terapi dibutuhkan untuk mencegah
terjadinya keracunan oksigen serta iritasi saluran nafas.
c.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
Tujuan
:
meningkatkan bagian tubuh terutama ekstremitas, agar
dapat berajtivitas denagn normal tanpa meminta bantuan orang lain
Intervensi
:
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaaan secara
fungsional pada kerusakan yang terjadi
Rasional : Mengidentifikasi kemungkinan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan
2. Berikan/ bantu untuk melakukan latihan rentang
gerak
Rasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/ posisi normal ekstremitas
dan menurunkan terjadinya vena yang statis
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk
menghindari kerusakan karena tekanan ubah posisi pasien secara teratur dan buat
sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut
Rasional : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat
badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian badan
4. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase
dengan pelembab dan ganti linen/ pakaian yang basah dan pertahankan linen
tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang dan mencegah
decubitus)
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko
terjadinya ekskorlasi kulit
5. Bantu pasien dengan program latihan dan
penggunaan alat mobilisasi
Rasional : Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan
pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting
d.
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan
:
suhu badan
dalam batas normal.
Intervensi :
1. Ukur suhu badan anak setiap 2 – 4
jam.
Rasional : Pemantauan dapat
mendeteksi kenaikan suhu .
2. Pantau
suhu lingkungan
Rasional :
Lingkungan yang sejuk dapat mengurangi demam melalui kehilangan panas secara
radiasi.
3. Berikan
kompres hangat.
Rasional :
Kompres hangat dapat mendinginkan permukaan tubuh melalui proses konduksi.
4. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian antipiretik dan antimikroba.
Rasional :
Antipiretik dapat mengurangi demam dan antimikroba dapat mengobati infeksi yang
menjadi penyebab penyakit.
e.
Perubahan
persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan
:
mempertahankan
fungsi persepsi
Intervensi :
1. Kaji kesadaran sensorik seperti
respon panas / dingin atau benda tajam / tumpul dan kesadaran terhadap gerakan
dan letak tubuh
Rasional :
Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua system sensorik dapat
terpengaruh denagn adanya perubahan kehilangan sensasi / kemampuan untuk
menerima dan berespon secara stimulasi
2. Catat
adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua
mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana.
Rasional :
Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi
tanda perkembangan terhadap peningkatan fungsi neurologi.
3. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian terapi
Rasional :
Memberikan terapi pada klien untuk membentu proses penyembuhan.
f.
Resiko
tinggi terhadap trauma berhubungan dengan aktivitas kejang ( Twiching )
Tujuan
:
tidak terjadi trauma
Intervensi
:
1. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi
bantalan,penghalang tempat tidur tetapi terpasang dan berikan pengganjal pada
mulut, jalan nafas tetap
bebas.
Rasional : Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
Rasional : Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
Rasional :
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
g.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran menurun
Tujuan :
Meningkatkan
nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi meningkat atau terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji
kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Rasional
:
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
2. Auskultsi
bising usus, catat adanya penurunan/ hilangnya suara yang hiperaktif
Rasional :
Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cidera kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respon
untukmakanan.
3. Timbang
berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
4. Berikan
makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur
Rasional :
Meningkatkan proses pencernaan dan
dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
5. Tingkatkan
kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan
orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien.
Rasional
:
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningklatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi makan
6. Kolaborasi
dengan ahli gizi
Rasional
:
Untuk mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat
badan, ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)
h. Resiko kekurangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Tujuan
:
Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi
:
1. Kaji
intake dan output cairan
Rasional
:
Membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
2. Monitor tanda – tanda meningkatnya
kekurangan cairan seperti turgor kulit tidak elastic, ubun – ubun cekung,
produksi urin menurun, membrane mukosa kering, bibir pecah – pecah.
Rasional : Dengan mengetahui tanda
–tanda meningkatnya kekurangan cairan maka dapat membantu dalam melakukan
tindakan keperawatan dan terapi selanjutnya.
3. Timbang
BB pasien
Rasional
:
BB dapat menindikasikan bahwa tubuh pasien memiliki keseimbangan cairan dalam
tubuh.
4. Monitor
pemberian cairan intravena setiap jam.
Rasional
:
Pemberian cairan intravena dapat membantu mengembalikan cairan tubuh yang telah
hilang.
i.
Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan
:
Tidak terjadi kerusakan integritas
kulit.
Intervensi
:
1. Kaji
keadaan kulit pasien meliputi struktur, bentuk lesi, serta penyebaran lesi pada
kulit.
Rasional
:
Keadaan kulit pasien dapat menjadi
indicator untuk menentukan tindakan perawatan selajutnya
2. Ubah posisi pasien
Rasional : Dengan mengubah posisi
pasien dapat mencegah terjadinya dekubitus.
3. Kolaborasi
dalam pemberian obat – obat topical.
Rasional
:
Pemberian obat topical dapat membantu penyembuhan luka pada kulit
j.
Koping keluarga tidak efektif
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
Tujuan
:
Keluarga memahami tentang penyakit yang
diderita pasien
Intervensi :
1. Beri
informasi tentang penyakit pasien kepada keluarga.
Rasional
:
Informasi yang didapat oleh kelurga dapat membantu menghilangkan kecemasan
kelurga dan dapat membantu dalam melakukan tindakan perawtan dirumah.
2. Ajar
keluarga pasien teknik merawat pasien dirumah
Rasional
:
engan pengetahuan keuraga tentang teknik perawatan pasien dirumah maka dapat
membantu penyembuhan pasien dan terhindar dari komplikasi – komplikasi pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 8 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 9 februari 2013)
(diakses pada tanggal 12 februari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami
berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks
0 komentar:
Posting Komentar