Kamis, 12 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE (Kegawatdaruratan II)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai di bidang Ilmu Penyakit Syaraf, selain merupakan penyakit serius dan meninggalkan cacat jasmani, juga meninggalkan cacat rohani yang cukup berat. Keluarga para pasien stroke tidak mampu sepenuhnya mencurahkan tenaga dan perhatiannya untuk menjadi insan pembangun karena harus menyisihkan sebagian tenaga dan waktunya untuk perawatan serta pengobatan bagi si penderita. Sedangkan penderita stroke memerlukan banyak dukungan untuk mempercepat kesembuhannya. Selain pengawasan intensif dari tim dokter yang merawat, perhatian keluarga juga sangat menentukan.
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Sebagian besar kejadian stroke tersebut adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik mempunyai banyak faktor resiko. Salah satunya adalah dislipidemia, yaitu peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida serta penurunan HDL kolesterol. Stroke lebih sering menyebabkan kelumpuhan / kecacatan daripada kematian. Pencegahan adalah strategi yang efektif untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada penyakit stroke. Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi.
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke, namun pada tekanan darah berapapun, gangguan fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke secara signifikan. Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan usia .
Selain itu, total serum kolesterol, LDL maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis pada arteri karotis. Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga memegang peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis. Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi epidemiologi masih kurang.
Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-studi di atas, perokok memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Stroke  atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa  pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
a.      Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
b.      Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
  
2.2 Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
a.      Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1.      Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
-          Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
-          Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
-          Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
-          Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2.      Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3.      Arteritis( radang pada arteri )
b.      Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
1.      Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2.      Myokard infark
3.      Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4.      Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
c.       Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
1.      Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
2.      Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
3.      Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4.      Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5.      Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d.      Hypoksia Umum
a.       Hipertensi yang parah.
b.      Cardiac Pulmonary Arrest
c.       Cardiac output turun akibat aritmia
e.       Hipoksia setempat
a.       Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.      Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

Akibat dari kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1.      Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2.      Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat

2.3 Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a.       Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
b.      Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorrhage).
c.       Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d.      Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

2.4 Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.


2.1 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
a.      Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b.      Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c.      Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
 
2.6 Pemeriksaan diagnostic
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:
a.       Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b.      CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c.       Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak  sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d.      MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e.       Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f.       EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g.      Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

2.7  Diagnosa
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi  (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007).  Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :
a.       Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:
1.      Interupsi aliran darah
2.      Gangguan oklusif, hemoragi
3.      Vasospasme serebral
4.      Edema serebral
b.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
1.      Kerusakan neuromuskuler
2.      Kelemahan, parestesia
3.      Paralisis spastis
4.      Kerusakan perseptual/ kognitif
c.       Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
1.      Kerusakan sirkulasi serebral
2.      Kerusakan neuromuskuler
3.      Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4.      Kelemahan/ kelelahan
d.      Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:
1.      Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
2.      Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)
e.       Kurang perawatan diri berhubungan dengan:
1.      Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
2.      Kerusakan perseptual/ kognitif
3.      Nyeri/ ketidaknyamanan
4.      Depresi
f.       Gangguan harga diri berhubungan dengan:
1.      Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif
g.      Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:
1.      Kerusakan neuromuskuler/ perceptual
h.      Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:
1.      Kurang pemajanan
2.      Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat
3.      Tidak mengenal sumber-sumber informasi


DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita  Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.

Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com