BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penyakit
frambusia ini
merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa dikatakan
hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada
awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan,
gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia
terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian
atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan
sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 -10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan
mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan,
kulit, serta jaringan halus yang akan mengakibatkan disabilitas yang
melumpuhkan serta stigma sosial.
Beban
penyakit
Selama periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan masyarakat
yang terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan
Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak
terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya,
penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada
umumnya didapati pada suku-suku didalam masyarakat.
India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia dengan
sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India
bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero
positive cases among < 5 children.
Di
Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95%
dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari
empat provinsi, yaitu : Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program
pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama
disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada
dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi
pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program ini.
Di
Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemik di 6 dari 13 distrik.
Data yang dapat dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu
sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki gajah
dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam ini
merupakan pendekatan utama yang harus didukung.
Frambusia
dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan mudah oleh petugas
kesehatan di klinik- klinik serta dapat disembuhkan dengan satu kali
penyuntikan penisilin aksi lama. Secara geografis, penyakit ini hanya terbatas
pada sebuah daerah yang terpencil dan terlokalisir di tempat tersebut.
Memperkenalkan pemberantasan frambusia dapat menjadi pintu masuk untuk
pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam populasi yang termarjinalkan
secara social dan terisolasi secara geografis.
Secara
histories, penggunaan strategi yang meliputi pendeteksian kasus secara aktif
dan penanganan tepat waktu dari kedua kasus ini serta kontak dengan keluarga
penderita terbukti dapat memberantas penyakit ini. Pada akhirnya, pemberantasan
frambusia dapat menurunkan angka kemiskinan dan memberdayakan masyarakat
tradisional sehingga Negara-negara mampu mencapai Millenium Development Goals
(MDGs) atau paling tidak mampu menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan
sanitasi pada tingkat dasar. Berdasarkan argument-argument ini, WHO telah
mendeklarasikan bahwa pemberantasan frambusia merupakan prioritas untuk daerah
Asia Tenggara, dan hal ini dapat diwujudkan.
Untuk
menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah mempersiapkan kerangka
kerja Regional Strategic Plan dan sebuah draft dokumen pendukung untuk
mobilitas sumber daya. Regional Strategic Plan 2006 -2010 telah diselesaikan
dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Bali, Indonesia pada bulan Juli 2006
dan kerangka kerja National Strategic Plan untuk Indonesia dan Timor Leste
telah dibuat.Dengan pendeklarasian pemberantasan frambusia di India, Indonesia
dan Timor Leste diharapkan meningkatkan upaya-upaya untuk memberantas penyakit
frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan dukungan sumber daya dan teknis
untuk memberantas penyakit frambusia sebelum tahun 2010.
Strategi-strategi
untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi pendeteksian kasus secara
aktif di daerah- daerah yang terjangkiti penyakit ini ; pengobatan yang tepat,
serta pemberian penisilin dosis tunggal ; pelatihan tenaga medis di daerah -
daerah yang terjangkiti mengenai diagnosa, penanganan, pencegahan, dan
pengontrolan penyakit ini ; advokasi dan kampanye IEC guna menciptakan
kesadaran masyarakat dan dukungan administrative, program pemantauan regular, dan
peningkatan kerja sama.
Guna
mencapai tujuan pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen
politik dan dukungan kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan
peningkatan dukungan teknis untuk memperkuat program ini, serta pelaksanaan strategi
dan yang berkesinambungan dan dinamis.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa
Pengertian Frambusia ?
1.2.2
Apa
Etiologi Frambusia ?
1.2.3
Bagaimana
Patofisiologi Frambusia ?
1.2.4
Bagaimana
Cara Penularan Frambusia ?
1.2.5
Apa
saja Klasifikasi Frambusia ?
1.2.6
Bagaimana
Manifestasi Klinis Frambusia ?
1.2.7
Bagaimana
Cara Pencegahan Frambusia ?
1.2.8
Bagaimana
Pengobatan Frambusia.
1.2.9
Bagaimana Asuhan Keperawatan Frambusia ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Mengetahui Pengertian Frambusia.
1.3.2
Mengetahui Etiologi
Frambusia.
1.3.3
Mengetahui Patofisiologi Frambusia.
1.3.4
Mengetahui Cara Penyebara Frambusia.
1.3.5
Mengetahui Klasifikasi Frambusia.
1.3.6
Mengetahui Manifestasi Klinis Frambusia.
1.3.7
Mengetahui Cara Pencegahan pada
Frambusia.
1.3.8
Mengetahui Pengobatan pada Frambusia.
1.3.9
Mengetahui Asuhan Keperawatan Frambusia.
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian Frambusia
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti
ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif
atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah
penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada
orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma.
Frambusia
adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termasuk
penyakit menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs.
pertinue dengan gejala utama pada kulit dan tulang.
Penyakit
frambusia
atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa
Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa
Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena
penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking
populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora
Patheken”.
Frambusia
termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya
kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih,
lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang penyakit
ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal
biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita..
2.2 Etiologi
Frambusia
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, tetapi dapat mudah tersebar
melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini
tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca
panas, dan banyak
hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
2.3 Patofisiologi
Frambusia
Frambusia
di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung
dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada
awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti
buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah
dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala,
nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan
menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya
kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang
menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk
nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi
dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya
ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan
kontraktur.
Klasifikasi
Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
a)
pertama (primary
stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
b)
secondary
stage terjadi lesi infeksi
bakteri treponema pada kulit;
c)
latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
d)
tertiary
stage luka dijaringan
kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ;
Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).
2.4 Cara Penularan
Frambusia
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :
a) Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita
ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular
(mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang
penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan
mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular
dengan selaput lendir.
b) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan
benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara
jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema
pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka
tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue
dapat mengalami 2 kemungkinan, antara lain :
1.
Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam
kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi efektif dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit
cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal
terhadap penyakit frambusia.
2.
Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam
kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan
gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup
banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit
frambusia (Depkes, 2005).
2.5 Klasifikasi Frambusia
Frambusia
dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain berdasarkan karakteristik Agen :
a)
Infektivitas
dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan
penjamu.
b)
Patogenesitas
dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan
kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c)
Virulensi
penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan
merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada
10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang
merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d)
Toksisitas
yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh
penjamu.
e)
Invasitas
dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan
yang lainnya.
f)
Antigenisitas
yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di
dalam sang penjamu.
2.6
Manifestasi
Klinis Frambusia
Gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
a)
Stadium
I :
Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi
rata-rata 3 minggu atau dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma
pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei, permukaan basah, lembab ,
tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian,
papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung
beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan
disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan mirip
kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut,
walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada
tapak tangan atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa
macula, macula papulosa, papula, mikropapula, nodula, tanpa menunjukan
kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi. Bentuk lesi
primer ini adalah bentuk yang menular.
b)
Stadium
II atau masa peralihan :
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum
pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa
bulan setelah stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam
bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi
sering mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas, yang dapat
mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu kelainan
berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan
septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou (
suatu bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi,
hidrartosis, serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan, mudah bergerak,
kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae,
daerah akral atau plantar dan palmar.
c)
Stadium
III :
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen
dengan tepi yang curam atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan
jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi
pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan
sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
Manifestasi
klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
a) Tahap
Prepatogenesis
Pada
tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup
kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
b) Tahap
Inkubasi
Tahap
inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu
c) Tahap
Dini
Terbentuknya
benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa
nanah.
d) Tahap
Lanjut
Pada
gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang,
sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali
jika disertai infeksi (borok).
e) Tahap
Pasca Patogenesis
Pada
tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan,
yaitu :
1. Sembuh
dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah
yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 % dari penderita.
2. Karier
tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam
tubuh.
3. Penyakit
tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat
kepada si penderita.
2.7
Pencegahan
Frambusia
Frambusia bila
tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh dan menimbulkan
gejala pada kulit, tulang dan persendian. Pada 10% kasus pasien stadium
tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada
tulang dan persendian. Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun
setelah terkena infeksi pertama. Strategi pemberantasan frambusia terdiri dari
4 hal pokok yaitu:
a) Skrining
terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk
menemukan penderita.
b) Memberikan
pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK)
dan dilakukan pencarian kontak.
c) Penyuluhan
kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
d) Perbaikan
kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan sabun untuk mandi.
2.8
Pengobatan
Frambusia
Benzatin
penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2
juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini,
penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan
tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama adalah benzatin penisilin, dan pengobatan alternatif
dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin.
Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai
berikut :
a) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu
desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5%
maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan
pengobatan.
c) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun
< 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
Pada anak sekolah untuk setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid dalam kelas
yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Umur
|
Nama obat
|
Dosis
|
Pemberian Melalui
|
Lama Pemberian
|
< 10 thn
|
Benz.penisilin
|
600.000 IU
|
IM
|
Dosis
Tunggal
|
≥ 10 tahun
|
Benz.penisilin
|
1.200.000 IU
|
IM
|
Dosis
Tunggal
|
Alternatif
|
||||
< 8 tahun
|
Eritromisin
|
30mg/kgBB bagi 4 dosis
|
Oral
|
15 hari
|
8-15 tahun
|
Tetra atau
erit.
|
250mg,4×1 hri
|
Oral
|
15 hari
|
>8 tahun
|
Doxiciclin
|
2-5mg/kgBB bagi 4 dosis
|
Oral
|
15 hari
|
Dewasa
|
100mg 2×1
hari
|
Oral
|
15 hari
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan,
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pengkajian pada pasien frambusia meliputi :
1.
Identitas klien :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk ke rumah sakit,
nomor register, diagnosa medis.
2.
Keluhan utama :
a.
Gatal-gatal.
b.
Demam.
c.
Sakit Kepala.
d.
Nyeri tulang dan sendi.
e.
Terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
3. Riwayat penyakit
Pasien
sebelumnya pernah menderita penyakit frambusia, dan kambuh kembali.
4. Pemeriksaan Fisik :
a) Pola aktivitas dan istirahat :
1) Kelemahan.
2) Gelisah.
3) Susah bergerak.
4) Susah tidur.
5) Pusing.
b) Pola sirkulasi :
1) Turgor kulit menurun.
2) Kerusakan integritas kulit.
c) Pola sensorik :
1) Sensitifitas kulit terhadap rangsang
menurun.
2) Pertahanan tubuh menurun.
d) Pola Nutrisi dan cairan :
1) Anoreksia.
2) Berat badan menurun.
3) Dehidrasi.
e) Pola kepercayaan diri :
1) Perubahan postur tubuh.
2) Menyendiri (malu).
f) Pola tempat tinggal pasien :
1) Sanitasi lingkungan yang buruk.
2) Kurangnya
fasilitas air bersih.
3) Lingkungan
yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a) Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan adanya lesi.
b) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan
kerusakan pada kulit, dan pertahanan tubuh menurun.
c) Gangguan mobilisasi berhubungan dengan
kecacatan.
d) Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan perubahan postur tubuh.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan
kesehatan.
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi terhadap perawatan kulit.
3.3 Intervensi dan Rasional
a.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
adanya lesi.
Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit atau mencapai penyembuhan
tepat waktu.
Intervensi :
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna,
turgor, sirkulasi, dan sensasi. Amati perubahan lesi.
Rasional :
Menentukan garis dasar dimana
terjadi perubahan pada status.
2. Pertahankan hygiene kulit, misalnya
dengan membasuh dan mengeringkannya dengan hati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan lotion atau krim.
Rasional
: Masase meningkatkan sirkulasi kulit
dan menambah kenyamanan.
3. Gunting kuku secara teratur.
Rasional
: Kuku yang panjang/kasar menimbulkan
resiko kerusakan kulit.
4. Kolaborasi pemberian obat topikal
atau sistemik
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
5. Kolaborasi pemberian salep
antibiotik untuk melindungi lesi.
Rasional
: Melindungi area dari kontaminasi
bakteri dan meningkatkan penyembuhan.
b.
Resiko
terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, dan pertahanan tubuh menurun.
Tujuan
: Mencapai penyembuhan tepat waktu,
tanpa komplikasi.
Intervensi :
1. Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu.
Rasional
: Memberikan informasi data dasar.
Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk
menunjukkan pada tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru.
2. Tekankan pentingnya teknik mencuci
tangan yang baik untuk semua individu yang kontak dengan pasien.
Rasional
: Mencegah kontaminasi silang,
menurunkan resiko infeksi.
3. Gunakan sapu tangan, masker dan
teknik aseptik selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baru.
Rasional
: Mencegah terpajan pada organisme
infeksius.
4. Observasi lesi secara periodik.
Rasional
: Untuk mengetahui perubahan respon
terhadap terapi
5. Berikan lingkungan yang bersih dan
berventilasi baik. Periksa pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan
pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mengurangi patogen pada sistem intergument dan
mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
6. Kolaborasi pemberian preparat
antibiotik dengan dokter.
Rasional : Membunuh atau mencegah pertumbuhan
mikroorganisme penyebab infeksi.
c.
Gangguan
mobilisasi berhubungan dengan kecacatan.
Tujuan :
Mobilisasi fisik terpenuhi.
Intervensi
:
1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien
yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap
immobilisasi.
Rasional
: Dengan mengetahui derajat
ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi, ini
akan membuat pasien menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2. Tingkatkan ambulasi klien seperti
mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional
: Dengan ambulasi tersebut klien dapat
mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga
untuk memenuhi aktivitas klien.
3. Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam
secara periodik.
Rasional
: Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam
dapat mencegah terjadinya kontraktur.
4. Bantu klien mengganti posisi dari
tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional
: Membantu klien untuk meningkatkan
kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
d.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan postur tubuh.
Tujuan
: Pasien dapat mengembangkan
peningkatan penerimaan diri.
Intervensi
:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri
pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi
perasaan muak pada kondisi kulit).
Rasional :
Gangguan citra diri akan menyertai
setiap penyakit atau keadaan nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya
sendiri akan berpengaruh pada dirinya sendiri.
2. Berikan kesempatan untuk pasien
mengungkapkan keluhan, dengarkan dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi
untuk mengekspresikan berduka atau ansietas tentang perubahan citra tubuh
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri.
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri.
3. Bersikap realistis selama
pengobatan, dan pada penyuluhan kesehatan.
Rasional :
Meningkatkan kepercayaan dan
mengadakan hubungan antara pasien dengan perawat.
4. Jangan memberikan keyakinan yang
salah.
Rasional
: Meningkatkan perilaku positif dan
memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan
berdasarkan realita.
5. Dorong interaksi keluarga dengan
rehabilitasi.
Rasional
: Mempertahankan pola komunikasi dan
memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga.
e.
Ansietas
berhubungan dengan perubahan kesehatan.
Tujuan
: Pasien dapat menunjukkan penurunan
ansietas sehingga dapat menerima perubahan status kesehatannnya dengan cara
sehat.
Intervensi
:
1. Berikan penjelasan yang sering dan
informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional
: Pengetahuan diharapkan menurunkan
ketakutan dan ansietas, dan memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja
sama.
2. Libatkan pasien atau orang yang
terdekat dalam proses pengambilan keputusan.
Rasional
: Meningkatkan rasa kontrol dan kerja sama.
3. Kaji status mental terhadap penyakit.
Rasional
: Menurunkan perasaan tak berdaya atau
putus asa.
4. Berikan orientasi konstan dan
konsisten.
Rasional
: Pada awalnya pasien dapat
menggunakan penyangkalan untuk menurunkan dan menyaring informasi secara
keseluruhan.
5. Dorong pasien untuk bicara tentang
penyakitnya.
Rasional
: Pasien perlu membicarakan apa yang
terjadi terus-menerus untuk membantu beberapa rasa terhadap situasi apa yang
menakutkan
6. Jelaskan pada pasien apa yang
terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau
jujur.
Rasional
: Membantu pasien tetap berhubungan
dengan lingkungan dan realitas.
7. Identifikasi metode koping atau
penangan situasi stress sebelumnya.
Rasional
: Pernyataan kompensasi menujukkan
realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang yang terdekat menerima
realita dan mulai menerima apa yang terjadi.
8. Dorong keluarga dan orang yang
terdekat untuk mengunjungi pasien dan mendiskusikan apa yang terjadi.
Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.
Rasional
: Perilaku masa lalu yang berhasil
dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini mempertahankan kontak dengan
realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambungan hidup.
9. Kolaborasi sedatif ringan sesuai indikasi
Rasional
: Obat ansietas diperlukan untuk
periode singkat sampai pasien lebih stabil secara psikis.
f.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terhadap perawatan kulit.
Tujuan
: Pasien mendapatkan informasi yang
adekuat tentang perawatan kulit.
Intervensi
:
1. Tentukan apakah pasien mengetahui
tentang kondisi dirinya.
Rasional
: Memberikan data dasar untuk
mengembangkan rencana penyuluhan.
2. Pantau agar pasien mendapatkan informasi
yang benar, dan memperbaiki kesalahan persepsi informasi.
Rasional :
Pasien harus memiliki perasaan bahwa
ada sesuatu yang dapat di perbuat.
3. Berikan informasi yang spesifik
dalam bentuk tulisan.
Rasional :
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan
pasien.
4. Jelaskan penatalaksanaan minum obat :
dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.
Rasional
: Meningkatkan partisipasi pasien,
memahami aturan terapi dan mencegah putus obat.
5. Dorong pasien agar mendapat status
nutrisi yang sehat.
Rasional
: Penampakan kulit mencerminkan
kesehatan umum seseorang. Perubahan kulit dapat menandakan status nutrisi
yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan
penyembuhan umum kesehatan.
6. Tekankan perlunya atau pentingnya
mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi
Rasional : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang continue dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.
Rasional : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang continue dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti
ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif
atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah
penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada
orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma.
Pada
awal terjadinya infeksi frambusia, agen akan berkembang
biak didalam jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa
papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang
basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian.
Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta
persendian. Proses penyebaran frambusia ada 2, yaitu penularan secara langsung (direct contact), dan penularan secara tidak langsung (indirect contact).
Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu :
Stadium I, Stadium II atau masa peralihan, dan Stadium III, selain itu juga
dibagi lagi dalam beberapa tahapan, antara lain : tahap
prepatogenesis, tahap
inkubasi, tahap
dini, tahap
lanjut, dan tahap
pasca
patogenesis.
Strategi pemberantasan
atau pencegahan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu: skrining terhadap
anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita, memberikan pengobatan yang akurat
kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak, penyuluhan kepada
masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), perbaikan kebersihan
perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta penyediaan
sabun untuk mandi.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama dalam
pengobatan frambusia adalah benzatin penisilin, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxicicline dan eritromisin.
4.2
Saran
Frambusia
merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal yang dapat membuat
penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu kondisi tempat tinggal
yang kotor dan tidak sehat. Oleh karena itu, di harapkan bagi semua masyarakat
untuk selalu memperhatikan kondisi lingkungannya, dan menjaga kesehatan baik
terhadap diri sendiri maupun lingkungan tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada tanggal 24 februari
2012)
(diakses pada tanggal 23 februari
2012)
0 komentar:
Posting Komentar