BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
tahun terakhir ini perkembangan ilmu dan tekhnologi mempengaruhi hampir semua
aspek kehidupan. Dalam bidang kebidanan tidak luput dari perubahan. Hal ini
tampak nyata dari adanya evidence based sehingga seluruh bidan dalam memberikan
asuhan kebidanan harus mengacu pada evidence based, yaitu pada praktik
kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan
pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
Dimana
kita ketahui Angka Kematian Ibu (AKI) masih sangat tinggi, khususnya di Indonesia.
Berbagai penyebab utamanya seperti perdarahan, infeksi dan eklampsi. Berbagai
upaya terus diusahakan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu. Salah
satunya adalah mengimplementasikan program Save Motherhood. Dimana Save
Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan
persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan
upaya Save Motherhood adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil,
bersalin, nifas, dan menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir.
Upaya ini terutama ditunjukan pada negara yang sedang berkembang karena 99%
kematian ibu di dunia terjadi di negara-negara tersebut.
WHO
mengembangkan konsep Four Pillars of Safe Motherhood
untuk menggambarkan ruang lingkup upaya penyelamatan ibu dan bayi (WHO, 1994).
Empat pilar upaya Safe Motherhood tersebut adalah keluarga berencana, asuhan antenatal,
pelayanan bersih dan aman dan pelayanan obstetri esensial.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan Save Motherhood?
1.2.2
Bagaimana Epidemiologi dari Save
Motherhood?
1.2.3
Bagaimana Strategi Menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI)?
1.2.4
Apa saja Empat Pilar dari Save
Motherhood?
1.2.5
Peranan Laki-Laki terhadap Save
Motherhood?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui Pengertian dari Save
Motherhood.
1.3.2
Untuk mengetahui Epidemiologi dari Save
Motherhood.
1.3.3
Untuk mengetahui Strategi Menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI).
1.3.4
Untuk mengetahui Empat Pilar dari Save
Motherhood.
1.3.5
Untuk mengetahui Peranan Laki-Laki
terhadap Save Motherhood.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Save
Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan
persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat. Tujuan upaya
Save Motherhood adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil,
bersalin, nifas, dan menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir.
Upaya ini terutama ditunjukan pada negara yang sedang berkembang karena 99%
kematian ibu di dunia terjadi di negara-negara tersebut.
Menurut
the International Classification of Diseases and Related Health
Problems, Tenth Revision, 1992 (ICD-10), WHO mendefinisikan kematian ibu
sebagai “kematian wanita hamil atau dalam 42 hari setelah persalinan, tanpa
memandang lama dan tempat terjadinya kehamilan yang disebabkan oleh atau dipicu
oleh kehamilannya atau penanganan kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan.
Menurut
pengertian ini penyebab kematian ibu dapat dibagi menjadi penyebab langsung
maupun tak langsung. Penyebab kematian langsung yaitu setiap komplikasi
persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan), akibat tindakan, kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang
terjadi disetiap rangkaian kejadian diatas. Contohnya seperti perdarahan,
pre-eklamsia/eklamsia, akibat komplikasi anestesi atau bedah kaisar.
Penyebab
kematian tak langsung yaitu akibat penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau
berkembang selama kehamilan dan yang tidak berhubungan dengan penyebab langsung
tetapi dipicu secara fisiologis oleh kehamilan. Contohnya seperti kematian
akibat penyakit ginjal atau jantung.
2.2
Epidemiologi
Menurut
data yang dikeluarkan oleh UNFPA, WHO, UNICEF dan Bank Dunia menunjukkan bahwa
satu wanita meninggal dunia tiap menitnya akibat masalah kehamilan. Rasio
kematian ibu (jumlah kematian tiap 100,000 kelahiran hidup) telah menurun
secara global pada laju kurang dari 1%. Jumlah kematian wanita hamil atau
akibat persalinan secara keseluruhan juga menunjukkan penurunan yang cukup
berarti antara tahun 1990-2005. pada tahun 2005, 536,000 wanita hamil meninggal
dunia dibandingkan dengan tahun 1990 yang sebanyak 576,000.
Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab.
Demikian pula angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru
lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup.
Keadaan ini menempatkan upaya kesehatan ibu dan bayi baru lahir menjadi upaya
prioritas dalam bidang kesehatan.
Hasil
survei kesehatan rumahtangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan angka kematian ibu
sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab utama adalah
perdarahan, infeksi dan eklampsia.
2.3 Strategi
Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
Kematian ibu hamil dilatarbelakangi
oleh :
1. Persalinan yang ditolong dukun.
2. Persalinan yang
dilakukan dirumah, bila terjadi komplikasi dan memerlukan rujukan, akan
membutuhkan waktu cukup lama.
3. Derajat
kesehatan ibu sebelum dan saat hamil masih rendah yaitu 50% menderita anemia,
30% berisiko kurang energi kronis, sekitar 65% berada dalam keadaan 4 terlalu.
Sekitar 90%
kematian ibu disebabkan oleh pendarahan, toksemia gravidarum, infeksi, partus
lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada masa
sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah. Sesungguhnya
tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu
sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, misalnya : melakukan
pemeriksaan kehamilan secara rutin, pemberian gizi yang memadai dan lain-lain.
Oleh karena itu, upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu
tetap menjadi prioritas utama.
Melihat kondisi itu, disusunlah suatu
gerakan yang disebut dengan Save Motherhood. Gerakan ini pertama kali
dicanangkan pada International Conference on Save Motherhood, Nairobi, 1987.
Program ini sendiri telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1988 dengan
melibatkan secara aktif berbagai sektor pemerintah dan non-pemerintah,
masyarakat, serta dukungan dari berbagai badan internasional.
2.4
Empat Pilar Save Motherhood
a.
Keluarga Berencana
KB
adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), maksud daripada ini adalah:
"Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran”. Dengan kata
lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa
dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan
kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan
sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua.
Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir 1970-an.
Konsep KB pertama kali diperkenalkan di
Matlab, Bangladesh pada tahun 1976. KB bertujuan merencanakan waktu yang tepat
untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, dan menentukan jumlah anak. Dengan
demikian, diharapkan tidak ada lagi kehamilan yang tidak diinginkan sehingga
angka aborsi akan berkurang. Pelayanan KB harus menjangkau siapa saja, baik
ibu/calon ibu maupun perempuan remaja. Dalam memberi pelayanan KB, perlu
diadakan konseling yang terpusat pada kebutuhan ibu dan berbagai pilihan
metode KB termasuk kontrasepsi darurat. Angka kebutuhan tak terpenuhi (unmet
need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi. Angka pemakaian kontrasepsi
(contraceptive prevalence rate) di Indonesia baru mencapai 54,2% pada tahun
2006. Bila KB ini terlaksana dengan baik maka dapat menurunkan diperlukannya
intervensi obstetri khusus.
a.
Tujuan umum adalah
membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara
pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
b.
Tujuan lain meliputi
pengaturan kelahiran, pendewasaan
usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
c.
Kesimpulan dari tujuan program KB adalah:
Memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa;
Mengurangi angka kelahiran untuk
menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang
berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta
penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi.
KB dapat
menurunkan angka kematian ibu karena dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak. Sehingga tidak ada
kehamilan yang tidak diinginkan, “4 terlalu”, yaitu terlalu muda, terlalu tua,
terlalu sering hamil, dan terlalu banyak anak.
Konseling dan
pelayanan keluarga berencana harus tersedia untuk semua pasangan dan individu.
Dengan demikian, pelayanan keluarga berencana harus menyediakan informasi dan
konseling yang lengkap dan juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai,
termasuk kontrasepsi darurat. Pelayanan ini harus merupakan bagian
dari program komprehensif pelayanan kesehatan reproduksi. Program keluarga
berencana memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui
pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan menjarangkan kehamilan.
b. Pelayanan
Antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting
untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan. Selain itu, juga menjadi sarana
edukasi bagi perempuan tentang kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal
meliputi :
1. Skrining dan pengobatan anemia, malaria,
dan penyakit menular seksual.
2.
Deteksi
dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema, dan
pre-eklampsia.
3.
Penyuluhan
tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh
pelayanan rujukan.
Perawatan Ante Natal (ANC) adalah
pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu hamil dan perkembangan /
pertumbuhan janin dalam kandungannya serta penanganan ibu hamil dan bayinya
saat dilahirkan dalam kondisi yang terbaik.
Tujuan dan Fungsi ANC
1.
Untuk dapat mendeteksi / mengoreksi /
menatalaksanakan / mengobati / sedini mungkin segala kelainan yang terdapat
pada ibu dan janinnya, dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik mulai dari
anamnese yang teliti sampai dapat ditegakkan diagnosa diferensial dan diagnosa
sementara beserta prognosanya, sehingga dapat memilah apakah ibu ini dan
janinnya tergolong KRT / non KRT dan apakah perlu segera dirawat untuk
pertolongan selanjutnya, sehingga didapatkan hasil ibu dan anak sehat fisik
serta mental yang optimal.
2.
Untuk mempersiapkan fisik dalam
memghadapi kehamilan, persalinan dan nifas, perlu komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE).
3.
Semua klinik antenatal sekarang
mempunyai kelas antenatal dengan instruktur antenatal dengan peserta dari ibu
hamil beserta suaminya.
Satu kelas berisi 6 – 20 orang peserta.
KIE mengenai pengetahuan obstetri fisiologi, patologi dan kedaruratan obstetri.
Ini perlu untuk ibu hamil tersebut dapat percaya diri dan bila ada kedaruratan
dapat segera ke RS terdekat dengan fasilitas yang lengkap kalau perlu
diberitahu cara-cara menuju Rumah Sakit tersebut dan syarat-syaratnya (biaya,
cara melapor dan sebagainya).
4.
Mengenai masa nifas dan menyusui.
Dipersiapkan payudara untuk menyusui
anaknya seperti menarik puting susu sehingga menonjol untuk kemudahan
pengisapan si bayi, mengadakan masase ringan disekeliling payudara, puting susu
dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan air masak atau baby oil, memakai
BH yang menyokong payudara, Menasehati ibu hamil agar kalau berhubungan dengan
suaminya tidak mengisap air susu karena pada kehamilan 2 bulan sudah ada
kolostrum (susu julong). Bila air susu keluar prolaktin, akan merangsang
keluarnya oksitosin sehingga timbul his kemungkinan akan terjadi kelahiran
abortus, partus imaturus atau prematurus. Untuk meningkatkan jumlah air susu,
ibu perlu mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti susu, keju, yogourt,
daging, ikan, telur dan sayuran daun katu selama hamil dan masa nifas serta
masa menyusui.
Tujuan Asuhan Kehamilan
Tujuan utama
ANC adalah menurunkan / mencegah kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
Adapun tujuan khususnya adalah :
1. Memonitor
kemajuan kehamilan guna memastikan kesehatan ibu dan perkembangan bayi yang
normal.
2. Mengenali
secara dini penyimpangan dari normal dan memberikan penatalaksanaan yang
diperlukan.
3. Membina
hubungan saling percaya antara ibu dan bidan dalam rangka mempersiapkan ibu dan
keluarga secara fisik, emosional, dan logis untuk menghadapi kelahiran serta
kemungkinan adanya komplikasi.
4. Bidan memiliki
peran penting dalam mencegah dan atau menangani setiap kondisi yang mengancam
jiwa ini melalui beberapa intervensi yang merupakan komponen penting dalam ANC
seperti : mengukur tekanan darah, memeriksa kadar proteinuria, mendeteksi
tanda-tanda awal perdarahan / infeksi, maupun deteksi dan penanganan awal
terhadap anemia. Namun ternyata banyak komponen ANC yang rutin
dilaksanakan tersebut tidak efektif untuk menurunkan angka kematian maternal
dan perinatal.
Dalam
Masa Kehamilan :
a. Petugas kesehatan harus memberi
pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa
tersebut.
b. Membantu wanita hamil serta
keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran bayi.
c. Meningkatkan kesadaran mereka
tentang kemungkinan adanya risiko tinggi atau terjadinya komplikasi dalam
kehamilan/ persalinan dan cara mengenali komplikasi tersebut secara dini.
Petugas kesehatan diharapkan mampu mengindentifikasi dan melakukan penanganan
risiko tinggi / komplikasi secara dini serta meningkatkan status kesehatan
wanita hamil.
Fokus Lama ANC
1. Mengumpulkan
data dalam upaya mengidentifikasi ibu yang beresiko tinggi dan merujuknya untuk mendapatkan
asuhan khusus.
2. Temuan-temuan
fisik (TB, BB, ukuran pelvik, edema kaki, posisi dan presentasi janin di bawah
usia 36 minggu dsb) yang memperkirakan kategori resiko ibu.
3. Pengajaran / pendidikan
kesehatan yang ditujukan untuk mencegah resiko/komplikasi.
Standard Asuhan Kehamilan
Sebagai
profesional bidan, dalam melaksanakan prakteknya harus sesuai dengan standard
pelayanan kebidanan yang berlaku. Standard mencerminkan norma, pengetahuan dan
tingkat kinerja yang telah disepakati oleh profesi. Penerapan standard
pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat karena penilaian terhadap proses
dan hasil pelayanan dapat dilakukan atas dasar yang jelas. Kelalaian dalam
praktek terjadi bila pelayanan yang diberikan tidak memenuhi standard dan
terbukti membahayakan. Terdapat 6 standar dalam standar pelayanan antenatal
seperti sebagai berikut :
a. Standar 1 : Identifikasi
Ibu Hamil.
Bidan melakukan kunjungan rumah dengan
berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan
memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
b. Standar 2 :
Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal.
Bidan memberikan sedikitnya 4x
pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin
dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga
harus mengenal kehamilan risti/ kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,
hipertensi, PMS / infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan
penyuluhan kesehtan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan
kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya
untuk tindakan selanjutnya.
c. Standar 3 :
Palpasi Abdominal.
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal
secara seksama dan melakukan plapasi untuk memperkirakan usia kehamilan, serta
bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan
masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta
melakukan rujukan tepat waktu.
d. Standar 4 : Pengelolaan
Anemia pada Kehamilan.
Bidan melakukan tindakan pencegahan,
penemuan, penanganan dan / atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Standar 5 :
Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan.
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah
pada kehamilan dan mengenali tanda tanda serta gejala preeklamsia lainnya, seta
mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
f. Standar 6 :
Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami
serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan
persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan
direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk
merujuk, bila tiba tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya
melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
(Standard Pelayanan Kebidanan, IBI, 2002)
Hak-Hak Ibu dalam Layanan ANC
Hak-hak ibu
ketika menerima layanan asuhan kehamilan (Saifuddin, 2002), yaitu :
1.
Mendapatkan keterangan mengenai kondisi
kesehatannya. Informasi harus diberikan langsung kepada klien (dan
keluarganya).
2.
Mendiskusikan keprihatinannya,
kondisinya, harapannya terhadap sistem pelayanan, dalam lingkungan yang dapat
ia percaya. Proses ini berlangsung secara pribadi dan didasari rasa
saling percaya.
3.
Mengetahui sebelumnya jenis prosedur
yang akan dilakukan terhadapnya.
4.
Mendapatkan pelayanan secara pribadi /
dihormati privasinya dalam setiap pelaksanaan prosedur.
5.
Menerima layanan senyaman mungkin.
6.
Menyatakan pandangan dan pilihannya
mengenai pelayanan yang diterimanya.
Tenaga Professional Asuhan Kehamilan
1. Bidan / Midwives
2. Dokter Umum
3. SPOG (Dokter
Spesialis Obstetric dan Ginekology)
4. Team / antara Dokter
dan Bidan
Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam
Asuhan Kehamilan
Peran dan
tanggungjawab bidan dalam memberikan asuhan kehamilan adalah :
1. Membantu ibu
dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan kedaruratan yang mungkin
terjadi.
2. Mendeteksi dan mengobati
komplikasi yang mungkin timbul selama kehamilan, baik yang bersifat medis,
bedah maupun tindakan obstetrik.
3. Meningkatkan
dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta bayi dengan memberikan
pendidikan, suplemen dan imunisasi.
4. Membantu
mempersiapkan ibu untuk memnyususi bayi, melalui masa nifas yang normal serta
menjaga kesehatan anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Trend dan Issue Terkini dalam ANC
1.
Keterlibatan klien dalam perawatan diri
sendiri (self care).
Kesadaran dan tanggung jawab klien
terhadap perawatan diri sendiri selama hamil semakin meningkat. Klien tidak
lagi hanya menerima dan mematuhi anjuran petugas kesehatan secara pasif.
Kecenderungan saat ini klien lebih aktif dalam mencari informasi, berperan
secara aktif dalam perawatan diri dan merubah perilaku untuk mendapatkan outcome
kehamilan yang lebih baik.
Perubahan yang nyata terjadi terutama
di kota-kota besar dimana klinik ANC baik itu milik perorangan, yayasan swasta
maupun pemerintah sudah mulai memberikan pelayanan kursus/kelas prapersalinan
bagi para calon ibu. Kemampuan klien dalam merawat diri sendiri dipandang
sangat menguntungkan baik bagi klien maupun sistem pelayanan kesehatan karena
potensinya yang dapat menekan biaya perawatan. Dalam hal pilihan pelayanan yang
diterima, ibu hamil dapat memilih tenaga profesional yang berkualitas dan dapat
dipercaya sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kondisi sosio-ekonomi mereka.
2.
ANC pada usia kehamilan lebih dini.
Data statistik mengenai kunjungan ANC trimester
pertama menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini sangat baik sebab
memungkinkan profesional kesehatan mendeteksi dini dan segera menangani
masalah-masalah yang timbul sejak awal kehamilan. Kesempatan untuk memberikan
pendidikan kesehatan tentang perubahan perilaku yang diperlukan selama hamil
juga lebih banyak.
3.
Praktek yang berdasarkan bukti
(evidence-based practice).
Praktek kebidanan sekarang lebih
didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik
dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti
manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi. Sesuai dengan evidence-based practice,
pemerintah telah menetapkan program kebijakan ANC sebagai berikut:
ü
Kunjungan ANC Dilakukan
minimal 4x selama kehamilan. Kunjungan Waktu Alasan Trimester I Sebelum 14
minggu :
a.
Mendeteksi masalah yg dapat ditangani
sebelum membahayakan jiwa.
b.
Mencegah masalah, misal : tetanus
neonatal, anemia, kebiasaan tradisional yang berbahaya
c.
Membangun hubungan saling percaya
d.
Memulai persiapan kelahiran &
kesiapan menghadapi komplikasi.
e.
Mendorong perilaku sehat (nutrisi,
kebersihan , olahraga, istirahat, seks, dsb).
ü
Trimester II 14 – 28 minggu - Sama
dengan trimester I ditambah : kewaspadaan khusus terhadap hipertensi kehamilan (deteksi
gejala preeklamsia, pantau TD, evaluasi edema, proteinuria) Trimester III 28 –
36 minggu - Sama, ditambah : deteksi kehamilan ganda.
ü
Setelah 36 minggu - Sama, ditambah :
deteksi kelainan letak atau kondisi yang memerlukan persalinan di RS. Pemberian
suplemen mikronutrien : Tablet yang mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 mg sebanyak 1 tablet/hari segera setelah
rasa mual hilang. Pemberian selama 90 hari (3 bulan). Ibu harus dinasehati agar
tidak meminumnya bersama teh / kopi agar tidak mengganggu penyerapannya.
ü
Imunisasi TT 0,5 cc Interval Lama
perlindungan % perlindungan
-
TT 1 Pada kunjungan ANC pertama
-
TT 2 4 mgg setelah TT 1 3 tahun 80%
-
TT 3 6 bln setelah TT 2 5 tahun 95%
-
TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 99%
-
TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 th/ seumur
hidup 99%
c. Persalinan
yang Bersih dan Aman
Fokus asuhan persalinan normal
adalah persalinan bersih dan aman serta mencagah terjadinya komplikasi. Hal ini
merupakan pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan kemudian menangani
komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta
pencegahan komplikasi selama dan pasca persalinan terbukti mampu mengurangi
kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Persalinan yang bersih dan aman memiliki
tujuan memastikan setiap penolong kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan,
ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta
memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi.
Dalam persalinan :
1.
Wanita
harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara menolong
persalinan secara bersih dan aman.
2.
Tenaga
kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi
persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan
tanda tersebut
3.
Tenaga
kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan yang tidak
dapat diatasi ke tingkat pelayanan yang lebih mampu.
Sebagian besar komplikasi obstetri
yang berkaitan dengan kematian ibu tidak dapat dicegah dan diramalkan, tetapi
dapat ditangani bila ada pelayanan yang memadai. Kebanyakan pelayanan
obstetri esensial dapat diberikan pada tingkat pelayanan dasar oleh bidan
atau dokter umum. Akan tetapi, bila komplikasi yang dialami ibu tidak dapat
ditangani di tingkat pelayanan dasar, maka bidan atau dokter harus segera
merujuk dengan terlebih dahulu melakukan pertolongan pertama. Dengan
memperluas berbagai pelayanan kesehatan ibu sampai ke tingkat masyarakat
dengan jalur efektif ke fasilitas rujukan, keadaan tersebut memastikan bahwa setiap
wanita yang mengalami komplikasi obstetri mendapat pelayanan gawat darurat
secara cepat dan tepat waktu.
d. Pelayanan
Obstetri Esensial
Memastikan bahwa tempat pelayanan
kesehatan dapat memberikan pelayanan obstetri untuk risiko tinggi dan
komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkan.
Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami
kehamilan risiko tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan
setiap ibu hamil. Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas
pelayanan kesehatan ‘untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan
komplikasi kehamilan/persalinan.
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya
adalah tersedianya pelayanan secara terus menerus dalam waktu 24 jam untuk
bedah cesar, pengobatan penting (anestesi, antibiotik, dan cairan infus),
transfusi darah, pengeluaran plasenta secara manual, dan aspirasi vakum
untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta masyarakat, mustahil pelayanan
obstetri esensial dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu. Oleh karena itu,
diperlukan strategi berbasis masyarakat yang meliputi :
1.
Melibatkan
anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayanan setempat,
dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
2.
Bekerjasama
dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk mengubah sikap terhadap
keterlambatan mendapat pertolongan.
3.
Menyediakan
pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang komplikasi obstetri
serta kapan dan dimana mencari pertolongan.
Departemen Kesehatan pada tahun 2000
telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang upaya penurunan angka
kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan pada
kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin
pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang
dikenal dengan sebutan "Making Pregnancy Safer (MPS)" melalui tiga
pesan kunci.
Tiga pesan
kunci MPS itu adalah :
1.
Setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih.
2.
Setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapat pelayanan yang adekuat akses terhadap pencegahan kehamilan yang
3.
Setiap wanita usia subur mempunyai
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Dari
pelaksanaan MPS, target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah
angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian
bayi baru lahir menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam kerangka inilah
Departemen Kesehatan bersama Program Maternal dan Neonatal Health (MNH) sejak
tahun 1999 mengembangkan berbagai pendekatan baru yang didasarkan pada
praktek-praktek terbaik (best practices) yang diakui dunia untuk membantu
memperbaiki kondisi kesehatan ibu melahirkan dan bayi baru lahir di beberapa
daerah intervensi di Indonesia.
Peranan Puskesmas
Puskesmas telah
dikenal masyarakat sebagai tempat memperoleh layanan kesehatan secara umum
yang murah, sederhana, dan mudah terjangkau terutama bagi kalangan kurang
mampu. Sejak pertama kali dicetuskan, puskesmas ditargetkan menjadi unit
pelaksana teknis pelayanan tingkat pertama/terdepan dalam sistem kesehatan
nasional. Maka dari itu, puskesmas juga menjadi salah satu mata rantai
pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu melalui
program-programnya yang mengacu pada empat pilar Save Motherhood. Dalam pilar
pelayanan obstetri esensial, puskesmas menekankan kebijakan berupa :
a.
Memberikan pelayanan kesehatan untuk
semua macam penyakit obstetri
b.
Khusus untuk obstetri harus mampu
melakukan:
1.
Pelayanan obstetri esensial darurat
(POED)
a.
melakukan pertolongan persalinan
sungsang
b.
melakukan pertolongan persalinan
vakum ekstraksi
c.
melakukan plasenta manual
d.
memasang infus dan memberikan obat parenteral
e.
meneruskan sistem rujukan bila
fasilitas tidak memadai
2.
Pelayanan Obstetri dan Neonatus
Esensial Darurat (PONED)
merupakan pelayanan POED ditambah dengan melakukan pelayanan
neonatus yang mengalami asfiksia ringan, sedang, dan berat. Bila tidak
memungkinkan, segera melakukan rujukan.
3.
Melaksanakan konsep sayang ibu dan
sayang
bayi.
Secara
keseluruhan, keempat tonggak tersebut merupakan bagian dari pelayanan kesehatan
primer. Dua di antaranya, yaitu asuhan ante-natal dan persalinan bersih dan
aman, merupakan bagian dari pelayanan kebidanan dasar. Sebagai dasar / fondasi
yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan upaya ini adalah pemberdayaan
wanita.
Ada dua alasan
yang menyebabkan Save Motherhood perlu mendapat perhatian. Pertama, besarnya
masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta dampak yang diakibatkannya.
Data menunjukkan bahwa seperempat dari wanita usia reproduktif di negara
berkembang mengalami kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan,
dan nifas. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini sangat besar, baik bagi
keluarga, masyarakat, maupun angkatan kerja di suatu negara. Keberadaan seorang
ibu merupakan tonggak utama untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan
kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Kedua, Save
Motherhood pada hakikatnya merupakan intervensi yang efisien dan efektif dalam
menurunkan angka kematian ibu.
2.5 Peranan Laki-Laki Terhadap Save
Motherhood
Laki-laki sebagai suami ikut berperan
dalam kehidupan dan kesehatan istrinya dan juga dalam kesehatan anak-anak
mereka. WHO memperkirakan 585.000 perempuan meninggal setiap hari akibat
komplikasi kehamilan, proses kelahiran, dan aborsi yang tidak aman – sekitar
satu perempuan meninggal setiap menit. Hampir semua kasus kematian ini
sebenarnya dapat dicegah.
Pada beberapa negara terutama di negara
berkembang, kehamilan dengan komplikasi merupakan penyebab kematian yang utama
pada perempuan usia reproduksi. Ribuan perempuan menderita penyakit dan
ketidakmampuan yang serius, termasuk nyeri panggul kronis, penyakit radang
panggul, incontinence, dan kemandulan yang disebabkan oleh kehamilan atau
akibat komplikasinya.
Kematian ibu menurut WHO adalah
kematian yang terjadi saat hamil, bersalin, atau dalam 42 hari pasca persalinan
dengan penyebab yang berhubungan langsung atau tudak langsung terhadap
kehamilan. Perdarahan, sepsis, kelahiran prematur akibat hipertensi, lahir
mati, dan komplikasi akibat aborsi yang tidak aman menjadi penyebab langsung
yang berkontribusi pada 80% kematian . Keselamatan ibu berisi jaminan kesehatan
yang baik bagi perempuan sebagai ibu dan dan bayinya selama hamil, persalinan
dan masa setelah persalinan. Suami memainkan banyak peran kunci selama masa
kehamilan dan persalinan istri serta setelah bayi lahir. Keputusan dan tindakan
mereka berpengaruh terhadap kesakitan dan kesehatan, kehidupan dan kematian ibu
dan bayinya.
Langkah awal yang dapat dilakukan oleh
laki-laki dalam mempromosikan keselamatan ibu adalah merencanakan keluarganya.
Pembatasan kelahiran dan membuat jarak kelahiran paling sedikit 2 tahun, baik
untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, mengingat setiap kehamilan membawa risiko
kesehatan yang potensial untuk ibu, walaupun ibu tersebut terlihat sehat dan
berrisiko rendah. Kehamilan yang tidak direncanakan seringkali
menjadi berisiko karena akan membawa mereka untuk melakukan aborsi. Komplikasi
aborsi yang tidak aman menyebabkan 50.000 hingga 100.000 kematian setiap tahun.
1.
Mendukung Penggunaan Kontrasepsi
Suami sebaiknya
ikut menemani istrinya menemui konselor keluarga berencana atau petugas
kesehatan. sehingga mereka bisa bersama-sama mengetahui metode kontrasepsi yang
tersedia dan memilih salah satu metode yang tepat. Seorang suami juga dapat
mendukung pasangannya dalam menggunakan metode modern secara benar (seperti,
membantu istrinya mengingatkan kapan harus meminum pil KB setiap harinya),
suami juga dapat menggunakan metode kontrasepsi untuk dirinya sendiri, atau
mendukung istri untuk mempraktekkan metode pantang berkala. Suami seharusnya
memotivasi istrinya untuk meminta pertolongan kepada petugas kesehatan bila
merasakan efek samping akibat pemakaian alat kontrasepsi.
Ketika istrinya
hamil, suami dapat mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang
baik, menyediakan transportasi atau dana untuk biaya konsultasi. Suami
seharusnya menemani istrinya konsultasi, sehingga suami juga dapat belajar
mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Gizi yang baik serta
istirahat cukup penting bagi ibu selama masa kehamilan. Suami ikut berperan
agar istrinya dapat melahirkan bayi yang sehat dengan menjamin istrinya
mendapatkan makanan yang bergizi, terutama makanan yang banyak mengandung zat
besi dan vitamin A. Anemia, walaupun bukan merupakan penyebab
langsung kematian ibu, namun merupakan faktor penyebab kematian. Ibu yang anemi
berisiko lima kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemi. 23 Vitamin A penting untuk kesehatan ibu dan janin. Seorang ibu
membutuhkan vitamin A yang cukup untuk menunjang per-kembangan kesehatan bayi
dan untuk kesehatannya sendiri, khususnya untuk kesehatan mata dan sistem
kekebalan tubuh. Rabun malam pada ibu hamil adalah gejala kekurangan vitamin A.
Suplemen pil vitamin A dalam masa kehamilan, dapat menurunkan angka kematian
ibu dan bayi. Sebuah studi tentang kesehatan ibu di bagian selatan Nepal
menemukan bahwa vitamin A dosis rendah atau beta-carotene tambahan dan bahan
pangan yang banyak mengandung vitamin A dapat menurunkan persentase kematian
ibu rata-rata 44%.
2.
Mempersiapkan Perawatan yang Terlatih
Selama Persalinan
Pada
negara-negara berkembang, kebanyakan ibu-ibu yang akan melahirkan tidak dibantu
oleh tenaga yang terlatih, melainkan ditolong oleh dukun beranak atau anggota
keluarga. Kehadiran tenaga terlatih selama proses kelahiran dapat membuat suatu
perbedaan antara kehidupan dan kematian. Suami berperan dalam mempersiapkan
tenaga terlatih agar hadir pada saat persalinan dan membiayai pelayanan
yang diberikan. Suami juga harus mempersiapkan transportasi serta
mencukupi perlengkapan yang dibutuhkan.
Keterlambatan
sering kali berkontribusi terhadap kematian ibu ketika terjadi komplikasi
kehamilan. Tiga jenis keterlambatan yang berisiko terhadap kesehatan ibu, yaitu
terlambat untuk mencari pertolongan, terlambat mendapatkan pelayanan pada
fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapatkan pertolongan yang memadai pada
fasilitas kesehatan. Suami dan anggota keluarga lainnya memegang peranan yang
penting dalam mendapatkan pelayanan sesegera mungkin. Suami biasanya menjadi
pemegang keputusan ketika kondisi istri dalam keadaan membutuhkan pertolongan
kesehatan segera. Suami juga yang memutuskan transportasi apa yang akan
digunakan untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan. Suami dapat menghindari
keterlambatan tersebut dengan cara mengenali gejala-gejala persalinan imminen
dan persalinan dengan komplikasi.
Kebanyakan
kematian ibu yang terjadi antara tiga hari setelah persalinan, disebabkan
karena adanya infeksi atau perdarahan. Hasil penelitian terbaru menemukan kematian ibu dapat dicegah bila
suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial setelah persalinan dan
selalu siaga untuk mencari pertolongan jika hal tersebut terjadi. Suami juga
berperan agar istrinya mendapatkan makanan yang bergizi. Pada masa menyusui,
seorang ibu membutuhkan vitamin A tambahan untuk menjaga agar vitamin-vitamin
yang diperlukan dapat diterima dengan baik oleh bayinya. Selama periode pasca
persalinan, suami dapat membantu pekerjaan rumah tangga yang berat seperti
mengumpulkan kayu dan air serta menjaga anak-anak.
Mereka juga
dapat mendorong istri untuk memberikan ASI agar dapat menolong kontraksi
uterus. Pada akhirnya, suami harus mulai memikirkan metode kontrasepsi, baik
berupa metode sementara untuk memberikan jarak terhadap kelahiran yang
berikutnya atau bila mungkin vasektomi jika tidak mengi-nginkan anak lagi.
3.
Menjadi Ayah yang Bertanggung Jawab
Sebagai sorang
ayah, laki-laki menentukan tingkat kesehatan anak-anaknya. Seorang ayah dapat
lebih terlibat dalam perkembangan kesehatan anak-anaknya, sebagai contoh,
memastikan bahwa anak-anak mereka menerima semua kebutuhan imunisasinya. Sebuah
studi di Ghana, menemukan bahwa semakin banyak pengetahuan seorang ayah,
semakin besar peran mereka dalam memutuskan untuk mengimunisasikan
anak-anaknya.
Di Amerika
Serikat, Baltimore’s Urban Fatherhood Program mendorong laki-laki muda agar
lebih bertanggung jawab sebagai ayah dengan mempromosikan peran laki-laki yang
positif. Anggota program tersebut dimana banyak diantara mereka adalah remaja
yang telah menjadi seorang ayah, mendorong rekan-rekannya untuk menjadi seorang
ayah yang baik melalui kelompok-kelompok dukungan, konseling, dan kelas yang
menyajikan materi kete-rampilan hidup. Mereka juga mengajarkan tentang fertilitas,
reproduksi, siklus menstruasi, kehamilan, gizi bayi serta perawatannya. Di
Newark, New Jersey, program serupa juga mengajarkan ayah-ayah muda mengenai
kontrasepsi termasuk menggunakan kondom dengan benar.
Ayah, sebagai
panutan, dapat membantu kehidupan sosiali anak-anaknya. Secara khusus, seorang
ayah dapat mengajarkan anak laki-lakinya agar menghormati perempuan dan
memperlakukan mereka sebagai manusia yang setara, mendukung anak perempuannya
untuk bersekolah dan berperan aktif dalam keluarga. Dengan begitu, seorang ayah
ikut mewujudkan status perempuan yang setara dan menjadikan masa depan anak
perempuannya lebih baik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dimana
kita ketahui angka kematian ibu (AKI) masih sangat tinggi,, khususnya di
Indonesia. Berbagai penyebab utama nya seperti perdarahan, infeksi dan
eklampsi. Berbagai upaya terus diusahakan dalam rangka menurunkan angka kematian
ibu. Salah satunya adalah mengimplementasikan program Save Motherhood. Dimana
Save Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan
persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan
upaya Save Motherhood adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil,
bersalin, nifas, dan menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Program
itu terdiri dari empat pilar yaitu :
1. Keluarga berencana
2. Pelayanan antenatal
3. Persalinan yang aman
4. Pelayanan obstetri esensial
3.2
Saran
Hendaknya
seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan harus mengacu pada evidence
based, yaitu asuhan kebidanan yang berdasarkan bukti dan hasil penilitian. Salah
satunya adalah melakukan program Save Motherhood yaitu upaya untuk menurunkan
angka kematian dan kesakitan ibu. Diharapkan angka kematian ibu setiap tahunya
akan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar