Selasa, 15 Mei 2012

ASKEP ACITES berhubungan dengan DBD


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue.  Penyakit Demam Berdarah Dengue saat ini terus meningkat apalagi pada saat musim penghujan saat ini. Musim penghujan merupakan musim “gembira“ bagi para nyamuk Aedes aegypti yang mengambil kesempatan memperbanyak “pasukannya” dengan memanfaatkan kelengahan manusia terhadap makna dari 3M plus dan cara mencegah demam berdarah.
Mengingat infeksi Dengue/DBD termasuk penyakit endemis di Indonesia, seharusnya tidak boleh terjadi lagi misdiagnosis atau kegagalan pengobatan infeksi Dengue/ DBD di Indonesia. Infeksi dengue sudah menjadi masalah global di Indonesia dan seluruh dunia.
Di seluruh dunia diasumsikan setiap tahun terdapat 50 – 100 juta DD dan 250.000 – 500.000 DBD. Angka kematian umum DBD di Indonesia sudah turun 2,5%, tetapi untuk SSD masih tinggi . Angka kematian SSD di PICU RSDK masih tinggi 51,2% (1998), 26% (2000), dan 12% (2002). Angka kematian yang tinggi disebabkan karena perjalanan klinis dan patogenesis/patofisiologi DBD masih belum sepenuhnya diketahui.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa gangguan hemostasis dan vaskuler leakage merupakan faktor prediktor syok pada DBD. PEI > 6% mempunyai resiko syok 13,86 kali. Kinetik kadar faktor hemostasis dan kebocoran vaskuler perlu dipantau pada fase akut DBD, untuk segera diberikan terapi, sehingga dapat menurunkan mortalitas.
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menerangkan patogenesis/patofisiologi DBD. Teori tersebut antara lain : Antibody Dependent Enhancement (ADE), virulensi virus dan beban virus, endotoksin, apoptosis, mediator, endotel, dan hemostasis. Semua teori menekankan bahwa gangguan hemostasis dan kebocoran vaskuler merupakan inti dari patogenesis DBD
      Demam Berdarah Dengue biasanya disertai dengan beberapa komplikasi lainnya, seperti : DSS, Ensefalopati, Perdarahan berat, Hemolisis, Peneumonia, Efusi Pleura, Asites, Gagal Ginjal, GagalHati, Pankreatitis Akut, dan Asidosis. Dan dalam pembahasan kali ini yaitu mengenai asites.
Asites terjadi karena adanya akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut. Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma. cairan asites dapat memiliki banyak sumber seperti penyakit hati, kanker, gagal jantung kongestif, atau gagal ginjal.
Penyebab paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang lanjut atau sirosis. Sekitar 80% kasus ascites terjadi karena sirosis. Manifestasi pada penderita (symptoms) asites antara lain : Kehilangan selera/nafsu makan (anorexia), merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety), mual (nausea), nafas pendek/sesak (shortness of breath), nyeri perut (abdominal pain), pembengkakan kaki (leg swelling), peningkatan berat badan (weight gain), sesak nafas saat berbaring (orthopnea), nyeri ulu hati atau sensari terbakar/nyeri di dada, dan ukuran perut membesar (increased abdominal girth).

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) ?
1.2.2        Apa etiologi DBD ?
1.2.3        Apa saja klasifikasi DBD ?
1.2.4        Bagaimana patofisiologi DBD ?
1.2.5        Bagaimana manifestasi klinis DBD ?
1.2.6        Apa saja komplikasi pada DBD ?
1.2.7        Apa pengertian Asites  ?
1.2.8        Apa etiologi Asites ?
1.2.9        Bagaimana patofisiologi Asites ?
1.2.10    Apa saja manifestasi klinis pada Asites ?
1.2.11    Apa hubungannya Asites dengan DBD ?
1.2.12    Bagaimana Asuhan Keperawatan Asites pada DBD ?
1.3  Tujuan
1.3.1        Mengetahui pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD).
1.3.2        Mengetahui etiologi DBD.
1.3.3        Mengetahui klasifikasi DBD.
1.3.4        Mengetahui patofisiologi DBD.
1.3.5        Mengetahui manifestasi klinis DBD.
1.3.6        Mengetahui apa saja komplikasi pada DBD.
1.3.7        Mengetahui pengertian Asites.
1.3.8        Mengetahui etiologi Asites.
1.3.9        Mengetahui patofisiologi Asites.
1.3.10    Mengetahui manifestasi klinis Asites.
1.3.11    Mengetahui hubungan DBD dengan Asites.
1.3.12    Mengetahui Asuhan Keperawatan Asites pada DBD.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1   Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus.  Terdapat empat jenis virus dengue berbeda, namun berelasi dekat, yang dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue merupakan virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang lembap. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100 juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

2.2   Etiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus, yaitu virus dengue. Ada empat macam virus dengue:
a)      Dengue 1,
b)      Dengue 2,
c)      Dengue 3
d)     Dengue 4.
Walaupun semuanya adalah virus dengue, mereka masing-masing cukup berbeda satu sama lain sehingga kekebalan tubuh yang ditimbulkan oleh infeksi satu jenis virus dengue tidak sepenuhnya melindungi orang tersebut dari infeksi tipe yang lain. Malahan, ada kalanya kekebalan tidak sempurna ini mengakibatkan infeksi dengue berikutnya (dari jenis yang berbeda) menjadi lebih berbahaya.


2.3  Klasifikasi Demam Berdarah Dengue (DBD)
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a)      Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b)      Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c)      Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0).
d)     Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur (denyut 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

2.4   Patofisiologi Demam Berdarah (DBD)
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut “the secondary heterologous infection hypothesis” yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun. Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder dicoba dirumuskan oleh suvvate.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seseorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi ananmestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit immun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi.
Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Pada penderita ranjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24 - 48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Penyebab lain kematian pada DBD adalah perdarahan saluran pencernaan hebat yang biasa timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam, dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifitas sistem koagulasi.
Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi juga saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian.

2.5  Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)
Gejala klinik timbul secara mendadak berupa :
a)      suhu tinggi.
b)      Nyeri pada otot dan tulang.
c)      Mual.
d)     Muntah.
e)      Batuk ringan.
f)       Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital.
g)      Pembengkakan disekitar mata, lakrimasi,
h)      Fotofobia,
i)        Otot-otot sekitar mata terasa pegal.
j)        Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
k)      Ruam, mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5.
l)        Bradikardi,  dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

2.6   Komplikasi Demam Berdarah (DBD)
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita malaria, antara lain :
a)      DSS
b)      Ensefalopati
c)      Perdarahan berat
d)     Hemolisis
e)      Peneumonia
f)       Efusi Pleura
g)      Asites
h)      Gagal Ginjal
i)        Gagal Hati
j)        Pankreatitis Akut
k)      Asidosis.

2.7  Definisi Asites

Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut. Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma. Cairan asites dapat memiliki banyak sumber seperti penyakit hati, kanker, gagal jantung kongestif, atau gagal ginjal.

2.8  Etiologi Asites
Penyebab paling umum dari asites adalah penyakit hati yang lanjut atau sirosis. Sekitar 80% kasus ascites terjadi karena sirosis. Meskipun mekanisme yang tepat pembangunan asites tidak sepenuhnya dipahami, teori yang paling menunjukkan adalah akibat hipertensi portal (tekanan meningkat dalam aliran darah hati) sebagai kontributor utama. Prinsip dasarnya adalah mirip dengan pembentukan edema tempat lain dalam tubuh akibat ketidakseimbangan tekanan di dalam sirkulasi (sistem tekanan tinggi) dan di luar, dalam hal ini, rongga perut (spasi tekanan rendah). Peningkatan tekanan darah portal dan penurunan albumin (protein yang dibawa dalam darah) dapat bertanggung jawab dalam membentuk gradien tekanan dan mengakibatkan perut asites.
Faktor lain yang dapat menyebabkan asites adalah retensi garam dan air. Volume sirkulasi darah dapat dianggap rendah oleh sensor di ginjal sebagai pembentukan asites. Ini menandakan ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air untuk mengkompensasi hilangnya volume.
Beberapa penyebab lain dari asites berhubungan dengan gradien tekanan yang meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal lanjut akibat retensi umum cairan dalam tubuh.
Dalam kasus yang jarang terjadi, peningkatan tekanan dalam sistem portal bisa disebabkan oleh obstruksi internal atau eksternal kapal portal, mengakibatkan hipertensi portal tanpa sirosis. Contoh ini bisa adanya massa (atau tumor) menekan pada pembuluh portal dari dalam rongga perut atau pembentukan bekuan darah di pembuluh portal menghalangi aliran normal dan meningkatkan tekanan dalam wadah (misalnya, sindrom Budd-Chiari).
Ada juga asites formasi sebagai akibat dari kanker, yang disebut asites ganas. Jenis asites biasanya manifestasi kanker dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker perut, kanker payudara, limfoma, kanker paru-paru, atau kanker ovarium.
Asites pankreas dapat dilihat pada orang dengan pankreatitis kronis (lama berdiri) atau peradangan pada pankreas. Penyebab paling umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol berkepanjangan. Pankreas asites juga bisa disebabkan oleh pankreatitis akut serta trauma pankreas.

2.9  Klasifikasi Asites
Secara tradisional, asites dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a)      Transudatif.
b)      Eksudatif.
Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah protein yang ditemukan dalam cairan. Sebuah sistem yang lebih berguna telah dikembangkan untuk mengklasifikasikan asites, klasifikasi tersebut berdasarkan jumlah albumin dalam cairan asites, dan bukan dengan jumlah albumin serum (albumin diukur dalam darah). Ini disebut Serum Albumin Ascites Gradient atau SAAG.
Klasifikasi berdasarkan SAAG tersebut, antara lain :
1)      Ascites berhubungan dengan hipertensi portal (sirosis hati, gagal jantung kongestif, Budd-Chiari, alkoholik, gagal hati fulminan, trombosis vena porta) umumnya SAAG nya lebih besar dari 1.1 g/dl.
2)      Ascites disebabkan oleh alasan lain (tumor peritonium, asites bilier, TBC peritonium, Sindrom nefrotik, obstruksi usus, pankreatitis) lebih rendah dari 1,1 g/dl.

2.10    Patofisiologi Asites
Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :
a)      Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom Budd-Chiari), obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif, penyakit jantung kongestif.
b)      Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan gangguan sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein lossing enteropathy.
c)      Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis bakteri, penyakit keganasan pada peritonium.
d)     Kebocoran cairan di cavum peritoneal: Bile ascites, pancreatik ascites (secondary to a leaking pseudocyst), chylous ascites, urine ascites.
e)      Micellanous : Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic hemodialysis

2.11    Manifestasi Klinis Asites
Manifestasi pada penderita (symptoms) asites antara lain:
a)      Kehilangan selera/nafsu makan (anorexia).
b)      Merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety).
c)      Mual (nausea).
d)     Nafas pendek/sesak (shortness of breath).
e)      Nyeri perut (abdominal pain).
f)       Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada pyrosis (heartburn).
g)      Pembengkakan kaki (leg swelling).
h)      Peningkatan berat badan (weight gain).
i)        Sesak nafas saat berbaring (orthopnea).
j)        Ukuran perut membesar (increased abdominal girth).

2.12    Pengobatan Asites
      Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, yaitu pemberian obat diuretik dan diet rendah garam sangat efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi atau keganasan, hal ini tidak memberi hasil. Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium turun hingga < 120 mmol perliter.
      Pemberian kombinasi obat spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites dalam waktu singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah  1-3 mg/kg/24 jam dibagi 2 - 4 dosis dan furosemid sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat ditingkatkan sampai 6 mg/kgBB/dosis. Pada asites yang tidak memberi respon dengan pengobatan diatas dapat dilakukan cara berikut :
a)      Parasentesis.
      Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak adalah sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin intravena untuk tiap 1 liter cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan volume plasma dan gangguan keseimbangan elektrolit.
b)      Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver.
c)      Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus.

      Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan pengeluaran cairan. Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan monitoring pemasukan (diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan. Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari.
      Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88 mmol/hari). Retriksi cairan tidak diperlukan kecuali pada kasus asites dengan serum sodium level turun di bawah 120 mmol..

2.13    Hubungan Demam Berdarah dengan Asites
      Pada penderita demam berdarah, biasanya terdapat beberapa komplikasi, salah satunya yaitu asites. Hal ini karena pada demam berdarah terjadi kebocoran plasma yang mengakibatkan terjadinya asites, sehingga cairan menumpuk di dalam abdomen. Kebocoran plasma diakibatkan karena adanya hemokonsentrasi atau peningkatan kadar hematokrit sebesar 20% atau lebih, hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan hematokrit secara serial. Pemeriksaan kebocoran plasma dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan radiologi.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
a)      Identitas   Pasien
1.      Nama :
2.      Umur :
b)      Riwayat Masuk : Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, ikterus, demam tinggi, rasa kembung, kesadaran sudah menurun, nyeri,  Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien. Selain itu biasanya pasien merupakan penderita DBD.
c)      Pemeriksaan fisik
1.      Aktivitas/ istirahat
a)      Kelemahan otot.
b)      Penurunan kekuatan.
c)      Mengantuk terus menerus tetapi susah tidur.
d)     Susah Bergerak.
e)      Malaise umum.
2.      Sistem Intergumen
a)      Turgor kulit menurun.
b)      Kulit pusat.
c)      Ikterik.
3.      Sistem Pulmonal
a)      Nyeri didada.
b)      Sesak napas.
c)      Takipneu.
d)     Hiperventilasi
e)      Pernafasan diafragma dan perut meningkat.

4.      Sistem Cardiovaskuler
a)      Takikardi.
b)      Denyut jantung tidak teratur.
c)      Distensi vena jugularis.
d)     Pembuluh darah vasokontriksi.
e)      Kualitas darah menurun.
5.      Sistem Neurosensori
a)      Gelisah.
b)      Penurunan kesadaran.
c)      Refleks menurun.
d)     Letargi.
6.      Sistem Musculoskeletal
a)      Tonus otot menurun.
b)      Nyeri otot.
7.      Sistem digestif :
a)      Mual.
b)      Muntah.
c)      Anoreksia.
d)     Rasa Kembung.
e)      Konstipasi.

a)      Pemeriksaan Penunjang :
1.      Laboratorium :
Serum-ascites albumin gradient (SAAG). Jika > 1,1 mg/dL sangat mungkin sirosis hepatis. Jika < 1 mg/dL cari penyebab/kausa lain. Neutrofil > 250/mm3 cairan asites menunjukkan
adanya infeksi atau keganasan.
2.      Foto thorax dan foto polos abdomen (BOF) :
Elevasi diaphragma, pada 80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar terdorong ke sisi medial dinding abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan dalam rongga rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan densitas yang sama pada kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut ”dog’s ear” atau “Mickey Mouse” appearance. Caecum dan colon ascenden tampak terletak lebih ke medial dan properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral merupakan gambaran yang tampak pada lebih dari 90% pasien dengan asites.
3.      Ultrasonografi
a)      Volume cairan asites kurang dari 5-10 mL dapat terdeteksi.
b)      Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau keganasan.
4.      CT scan.
a)      Asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT scan. Cairan asites dalam jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian posterior (kantung Morison), dan kantung Douglas.
7.      Parasentesis abdomen
Analisis cairan asites :
a)      Perbedaan kadar albumin serum-asites (SAAG).
b)      Kadar amilase, meningkat pada asites gangguan pankreas.
c)      Kadar trigliserida meningkat pada chylous asites.
d)     Lekosit lebih dari 350/mikroliter merupakan tanda infeksi. Dominasi polimorfonuklear, kemungkinan infeksi bakteri. Dominasi mononuklear, kemungkinan infeksi tuberkulosis atau jamur.
e)      Eritrosit lebih dari 50.000/mikroliter menimbulkan dugaan malignancy, tuberkulosis atau trauma.
f)       Pengecatan garam dan pembiakan untuk konfirmasi infeksi bakterial.
g)      Apabila pH or = 1.1 g/dl) Rendah ( < 1.1 g/dl).
h)      Obstruksi usus.

3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul, antara lain :
a)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan otot dan nyeri abdomen.
b)      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya mual, muntah dan anoreksia.
c)      Pola nafas yang tidak efektif berdasarkan menurunnya ekspansi paru karena adanya penumpukan cairan didalam perut (asites).
d)     Gangguan integritas kulit berdasarkan adanya perubahan sirkulasi, akumulasi garam di kulit, menurunnya turgor kulit, adanya edema dan asites.
e)      Kelebihan volume cairan berdasarkan adanya perubahan mekanisme regular : menurunnya protein plasma, dan nutrisi.

3.3  Intervensi dan Rasional
a)     Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan otot dan nyeri abdomen.
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1.      Optimalkan ventilasi : posisi semifowler/toleransi pasien.
Rasional : Menghindari/mengurangi sesak
2.      Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
Rasional : menghindari kelelahan pada pasien
3.      Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : mengoptimalkan kebutuhan mandiri pasien.
4.      Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : mengurangi tingkat stress pada pasien
5.      Pantau respon pasien terhadap peningkatan aktivitas.
Rasional : mengkaji keaktifan sistem motorik pasien
b)     Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan : Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
1.      Dorong peningkatan asupan cairan.
Rasional : mencukupi kebutuhan nutrisi pasien
2.      Anjurkan klien untuk makan makanan dalam porsi kecil dan sering.
Rasional : agar makanan bisa ditoleransi dengan baik oleh tubuh
3.      Timbang berat badan pasien setiap hari.
Rasional : mengontrol berat badan pasien
4.      Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
Rasional : mengurangi kelebihan cairan dalam abdomen
5.      Pantau fungsi usus.
Rasional : menghindari infeksi pada usus
6.      Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : mencegah kekakuan pada otot

c)     Pola nafas yang tidak efektif berdasarkan menurunnya ekspansi paru karena adanya penumpukan cairan didalam perut (asites).
Tujuan : Pola nafas pasien menjadi efektif
Intervensi :
1.      Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
Rasional :
2.      Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
Rasional : membersihkan saluran jalan napas dari sekret
3.      Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.

d)     Gangguan integritas kulit berdasarkan adanya perubahan sirkulasi, akumulasi garam di kulit, menurunnya turgor kulit.
Tujuan : Pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1.      Kaji kerusakan kulit atau iritasi.
2.      Hindari kulit kering (dry skin), dan pakai pelembab kulit.
3.      Gunakan kapas lembab atau sabun yang pH normal (sabun bayi).
Rasional : menghindari iritasi pada kulit.
4.      Ukur intake dan output cairan dan monitor keseimbangan cairan.
Rasional : Masukan cairan tercukupi.
5.      Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
Rasional : menghindari infeksi jamur dan bakteri yang ada pada pakaian dan pengalas tempat tidur.

e)     Kelebihan volume cairan berdasarkan adanya perubahan mekanisme regular : menurunnya protein plasma, dan nutrisi.
Tujuan : Volume cairan dalam perut terkontrol dengan baik
Intervensi :
1.      Ukur intake dan output cairan serta monitor keseimbangan cairan.
Rasional : kebutuhan cairan tercukupi

BAB IV
PENUTUP

4.1             Kesimpulan
Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut. Rongga perut terletak di bawah rongga dada, dipisahkan oleh diafragma. cairan asites dapat memiliki banyak sumber seperti penyakit hati, kanker, gagal jantung kongestif, atau gagal ginjal.
Penyebab paling umum dari asites adalah penyakit hati yang lanjut atau sirosis. Sekitar 80% kasus ascites terjadi karena sirosis. Meskipun mekanisme yang tepat pembangunan asites tidak sepenuhnya dipahami, teori yang paling menunjukkan adalah akibat hipertensi portal (tekanan meningkat dalam aliran darah hati) sebagai kontributor utama. Prinsip dasarnya adalah mirip dengan pembentukan edema tempat lain dalam tubuh akibat ketidakseimbangan tekanan di dalam sirkulasi (sistem tekanan tinggi) dan di luar, dalam hal ini, rongga perut (spasi tekanan rendah). Peningkatan tekanan darah portal dan penurunan albumin (protein yang dibawa dalam darah) dapat bertanggung jawab dalam membentuk gradien tekanan dan mengakibatkan perut ascites.
Manifestasi pada penderita (symptoms) asites antara lain: kehilangan selera/nafsu makan (anorexia), merasa mudah kenyang atau enek (Jw.) (early satiety), mual (nausea), nafas pendek/sesak (shortness of breath), nyeri perut (abdominal pain), nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada,
pyrosis (heartburn), pembengkakan kaki (leg swelling), peningkatan berat badan (weight gain), sesak nafas saat berbaring (orthopnea), dan ukuran perut membesar (increased abdominal girth).


4.2             Saran
Asites adalah akumulasi cairan (biasanya cairan serosa yang merupakan cairan berwarna kuning pucat dan jelas) dalam rongga (peritoneal) perut. Hal ini merupakan akibat dari kebocoran plasma pada penderita DBD. Oleh karena itu, pencegahan sangat perlu dilakukan sehingga tidak terjangkit DBD. Penyakit DBD sendiri sampai saat ini belum ada obat yang secara pasti dapat menyembuhkannya.
Pencegahannya antara lain dengan melakukan program 3M, dan untuk penyakit asites ada beberapa saran yang dapat dilakukan untuk penderita asites, yaitu : yaitu pemberian obat diuretik, diet rendah garam, dan pemberian kombinasi obat spironolakton serta obat furosemid, hal ini sangat efektif untuk mengatasi asites dalam waktu singkat.  
 

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, dan Siti Setiati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta Pusat : Interna Publishing.
 (diakses pada tanggal 27 Maret 2012)
(diakses pada tanggal 27 Maret 2012)
 (diakses pada tanggal 27 Maret 2012)
 (diakses pada tanggal 28 Maret 2012)
 (diakses pada tanggal 28 Maret 2012)
(diakses pada tanggal 29 Maret 2012)













0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com