BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Perawat yang bekerja di garis terdepan
harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritual
klien. Berbagai cara dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien mulai
dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan memfasilitasi klien
untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. Pemenuhan aspek spiritual pada
klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi manusia yang harus
dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik,
emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi tersebut berada
dalam suatu sistem yang saling berinterksi, interrelasi, dan interdepensi,
sehingga adanya gangguan pada suatu dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya
(Carson, 2002)
Perawat harus
mengetahui tahap perkembangan spiritual dari manusia, sehingga perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dalam rangka memenuhi kebutuhan
spiritual klien. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir sampai klien
meninggal dunia. Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap
perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja,
desawa muda, dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum
tanpa memandang aspek tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek
spiritual dilhat dari kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan,
internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan instropeksi. Namun,
berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan
tumbuh-kembang manusia (Carson, 2002)
Dimensi spiritual
menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan manusia. Karena setiap
individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan tingkat pengalaman dan
pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan keyaninan mereka yang mereka
percaya. Setiap fase dari tahap perkembangan individu menunjukkan perbedaan
tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid, 2000)
BAB
II
ISI
2.1
Aspek perkembangan Spritual pada Individu Menurut Tingkat Usia
Perkembangan
spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Manusia sebagai klien
dalam keperawatan anak adalah individu yang berusia antara 0-18 bulan, yang
sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik
(fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa.
Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan,
artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Larson, 2009).
Tahap
awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Hamid (2000)
menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk
perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk
mengenal arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari
terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi. Oleh karena itu,
perawat dapat menjalin kerjasama dengan orang tua bayi tersebut untuk membantu
pembentukan nilai-nilai spiritual pada bayi.
Dimensi
spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-3
tahun). Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar
membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang
lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih
untuk berpendapat dan menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa
tinggal dengan aman. Observasi kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari
kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum
makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan
lebih merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman baru, termasuk
pengalaman spiritual (Hamid, 2000).
Perkembangan
spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan
kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak usia pra sekolah mulai
memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha menyesuaikan
dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau salah,
tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga
lain. Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang
mendasar tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan
karena anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima
penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid, 2000).
Usia
sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas
kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit,
tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran
dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam
sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan.
Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual
mereka (Hamid, 2000).
Remaja
(12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan
hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini dan
yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja
menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau
menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan
role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok
paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil dari
orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka protes dan
memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena
orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab.
Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja (Hamid, 2000).
Dewasa
muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya
dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih
nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha
melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan merupakan
perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup walaupun
mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).
Dewasa
pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan
spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah,
mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem
nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah
dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual (Hamid, 2000)
Dewasa
akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan
untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan intraspeksi
ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu tersebut. Biasanya
kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual meningkat (Hamid, 2000).
Lanjut
usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, pada masa ini
walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu
yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang yang
agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi
lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa
tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan
pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu
untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas
pada proses bukan pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000)
Sumber : Noorfaizah
0 komentar:
Posting Komentar