BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Multiple sklerosis adalah suatu penyakit
autoimun yang ditandai oleh pembentukan
antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak
terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan
pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak
jaringan parut pada myelin.
Mutiple sklerosis merupakan penyakit
berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum ditemukan dan sampai
sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Multiple sclerosis memang merupakan
penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain
tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara
tiba tiba dan bias hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari
atau berminggu minggu atau bahkan berbulan bulan.
1.2 Rumusan
masalah
1.2.1
Apakah Multipel
Sklerosis itu ?
1.2.2
Bagaimanakah Etiologi Multipel Sklerosis
?
1.2.3
Bagaimanakah Patofisiologi Multipel Sklerosis
?
1.2.4
Bagaimanakah Manifestasai Klinis Multipel
Sklerosis ?
1.2.5
Bagaimanakah Komplikasi Multipel Sklerosis
?
1.2.6
Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik Multipel
Sklerosis ?
1.2.7
Bagaimanakah Penatalaksanaan Multipel
Sklerosis ?
1.2.8
Bagaimanakah Terapi Skelerosis Multipel
Sklerosis ?
1.2.9
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada
klien dengan Multipel Sklerosis ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Menjelaskan Pengertian Multipel
Sklerosis
1.3.2
Menjelaskan Etiologi Multipel
Sklerosis
1.3.3
Menjelaskan Patofisiologi Multipel Sklerosis
1.3.4
Menjelaskan Manifestasi Multipel
Sklerosis
1.3.5
Menjelaskan Komplikasi Multipel Sklerosis
1.3.6
Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik
Multipel Sklerosis
1.3.7
Menjelaskan Penatalaksanaan Multipel
Sklerosis
1.3.8
Menjelaskan Terapi Multipel
Sklerosis
1.3.9
Menjelaskan Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Sklerosis
BAB II
KONSEP DASAR UMUM
2.1 Definisi
Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit
degenerati sistem saraf
pusat (SSP) kronis yang meliputi kerusakan mielin (material lemak & protein
dari selaput saraf)
(rencana
asuhan keperawatan klinik, hal 247)
MS secara umum dianggap sebagai penyakit
autoimun, dimana sistem imun tubuh sendiri, yang normalnya bertanggung jawab
untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit virus dan bakteri, dengan alasan
yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal. Pada kasus ini
menyerang sel yang membentuk mielin.
(rencana
asuhan keperawatan klinik, hal 247)
Ms merupakan penyakit kronis dimana
terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat / perier yang
mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga kognitif.
MS merupakan penyakit kronis dari sistem
saraf pusat degeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi
pada otak dan medula spinalis.
(KMB,
Brunner, hal 2182)
Multiple skleriosis adalah
penyakit kronis pada system saraf pusat (SSP) yang dikateristikan oleh sedikit
lapisan dari batas substansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla
spinalis.
(asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system persarafan, hal
154)
2.2 Etiologi
Multiple skleriosis biasanya disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
a.
Lapisan merujuk pada
destruksi myelin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan saraf
tertentu dalam otak dan medulla spinalis.
b.
Lapisan mengakibatkan
gangguan transmisisi implus saraf
c.
Perubahan inflamasi
mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf
d.
Penyebab tidak
diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan
genetic, atau proses infeksi
e.
Prevalensi terbanyak
diwilayah lintang utara dan diantara bangsa (caucasion)
2.3 Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai
dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis (bekas luka). Keadaan
neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune,
demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong
virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada
lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan astrosit, merusak
barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt
(sel yang membuat mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin.
Makrofage yang dipilih dan penyebab lain yang
menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin, menghilangnya
dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt. Perubahan ini menghasilkan
karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang
tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang
terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak
dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat
komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya
gejala menghasilkan pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara
total robek/rusak dan akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh
jeringan pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa
mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf,
axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara
permanen. Pada banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan
fungsisaraf secara progresif.
2.4 Manifestasi
Klinis
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang
terjadi demielinasi :
a.
Gejala sensorik : paralise
ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif,
hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b.
Gejala motorik : kelemahan
ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas,
ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara
dan facial palsy.
c.
Deficit cerebral : emosi labil,
fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi,
sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
d.
Gejala pada medulla oblongata :
kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang
pendengaran dan gagal nafas.
e.
Deficit cerebellar : hilang
keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
f.
Traktus kortikospinalis : gangguan
sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic
vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
g.
Control penghubung korteks dengan
basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
h. Traktus
pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks
abdomen.
2.5 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple
skleriosis adalah :
a. Disfungsi
pernafasan
b. Infeksi
kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
c.
Komplikasi dari imobilitas
2.6 Pemeriksaan
Diagnostik
Dalam menegakkan diagnosa multiple
skleriosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a.
Pemeriksaan elektroporesis
susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP yang abnormal
b.
Gambaran MRI ditemukan
sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP
c.
Penglihatan,
pendengaran, dan sematosensorik dengan konduksi lambat menunjukkan adanya
kelainan
d.
EEG : Menunjukan
gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus
e.
DCT Scan : gambaran atrofi serebral,
Menggambarkan adanya lesi otak, perbesaran/
pengecilan ventrikel otak
f.
Urodinamik :
jika terjadi gangguan urinarius.
g.
Neuropsikologik : jika mengalami
kerusakan kognitifif.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan
membantu fungsi klien. Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan
akut dan kronik
a. Penatalaksanaan
serangan akut
1.
Hormon kortikosteroid atau
adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam
waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation)
2.
Imunosupresan (immunosuppressant)
dapat menstabilkan kondisi penyakit
3.
Beta interferon (betaseron)digunakan
untuk mepercepat penurunan gejala
b. Penatalaksanaan
gejala kronik
1.
Pengobatan spastic seperti bacloferen
(lioresal), (diantrolene (dantrium), diazepam (valium), terapi fisik,
intervensi pembedaha
2.
Control kelelahan dengan namatidin
(simmetrel)
3.
Pengobatan depresi dengan
antidepresan dan konseling
4.
Penatalaksanaan kandung kemih dengan
antikolinergik dan pemasangan kateter total
5.
Penatalaksanaan BAB dengan laksatif
dan supositoria
6.
Penatalksanaan rehabilitas dengan
terapi fisik dan terapi kerja
7.
Control distonia dengan karbamazim
(treganol)
8.
Penatalaksanaan gejala nyeri dengan
karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin), perfenazin dengan amitripilin
(triavili)
2.8 Diagnosa
banding
a.
Perkinson
b.
GBS
c.
Mestenia Gravis
PENYIMPANGAN KDM
Faktor predisposisi, virus, respon autoimun dan
genetic
Edema dan degenerasi
mielin
Diemielinasi yang mengkerut menjadi plak
Lesi skleriosis multiple terjadi pada substansia SSP
Demilinasi
Terhentinya
alur implus saraf
Saraf optic & khiasma
sereblum & batang otak serebrum medulla spinalis
Gangguan penglihatan nistagmus disfungsi serebral lesi kartiko gangguan
sesnsorik,
kelemahan spastic
anggota gerak
Resiko tinggi trauma ataksia serebral hilangnya daya ingat
& dimensia gangguan
Efek
Hambatan
mobilitas
Keruskan komunikasi disartia fisik
Verbal perubahan
eliminasi
urinarius resiko
terhadap
Disfungsi
seksual
tirah baring lama
Perubahan kemampuan
merawat eforia :kehilangan kemampuan menyelesaikan
Diri sendiri
masalah perubahan mengawasi keadaan yang
Kompleks
dan berfikir abstrak : emosi labil, pelupa. Resiko
tinggi kerusakan
Apatis : loss deep memory integritas jaringan
Deficit perawatan diri
(makan, perubahan proses pikir, kerusakan interaksi
social,
Minum, berpakaian,
hygiene), koping tdk efektif
Perubahan nutrisi
kurang dari
Kebutuhan tubuh
koping
keluarga tidak efektif, perubahan peran dalam keluarga
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang
yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda
(20-40th).
b. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota
badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku otot, kerusakan
penglihatan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami
pengakit autoimun
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi
ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan erbagai derajat
penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak
ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu
kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
f.
Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola
persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien
dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa euforia.
Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya
ingat dan dimensia.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien
dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
2.
B1 (Breathing)
Pada
umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis
dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan.
Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Inspeksi umum : didapatkan klien
batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
b. Palpasi : taktil premitus seimbang
kanan dan kiri
c. Perkusi : adanya suara resonan pada
seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : bunyi napas tambahan
seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas
3.
B2 (Blood)
Pada
umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien
mengalami hipotensi postural.
4.
B3 (Brain)
Pengkajian
B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.
5.
B4 (Bladder)
Disfungsi
kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang
menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga
timbul retensi dan inkontinensia.
6.
B5 (Bowel)
Pemenuhan
nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena
kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum
klien sering mengalami konstipasi.
7.
B6 (Bone)
Pada
keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak
pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota
gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan
terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang kurang
sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan
terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih
berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.
3.2 Diagnosa
a.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
demngan kelemahan, paresis, dan spastisitas
b.
Resiko cedera berhubungan dengan
kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastic
c.
Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan kelumpuhan saraf
perkemihan
3.3 Intervensi
dan Rasional
a. Hambatan mobilitas fisik yang
berhubungan dengan kelemahan, paresis,
dan spastisitas
Tujuan :
Dalam waktu
3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
1. Klien
dapat ikut serta dalam program latihan
2. Tidak terjadi
kontraktor sendi
3. Bertambahnya
kekuatan otot
4. Klien
menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi :
1. Kaji
mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara
teratur fungsi motorik
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
melakukan aktifitas
2. Modifikasi
peningkatan mobilitas fisik
Rasional : relaksasi
dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel
sklerosis.
3. Anjurkan
teknik aktifitas dan teknik istirahat
Rasional : klien
dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena
lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas,
atau tidak ada koordinasi.
4. Ajarkan
teknik latihan jalan
Rasional : Latihan
berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki
dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
5. Ubah posisi
klien tiap 2 jam
Rasional : menurunkan
resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan.
6. Ajarkan
klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
Rasional : Gerakan
aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung
dan pernapasan
7. Lakukan
gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
Rasional : otot
volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakan.
8. Bantu klien
melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk
memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
9. Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan
kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi
b.
Resiko
cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah
baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan :
Dalam waktu
3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil :
1. Klien mau
berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
2. Decubitus
tidak terjadi
3. Kontraktur
sendi tidak terjadi
4. Klien tidak
jatuh dari tempat tidur
Intervensi :
1. Pertahankan
tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan
rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak
disekitarnya
2. Berikan
kacamata yang sesuai dengan klien
Rasional : tameng mata
atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada
satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
3. Minimalkan
efek imobilitas.
Rasional : oleh karena
aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka
komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka
untuk mencegahnya
4. Modifikasi
pencegahan cedera
Rasional : pencegahan
cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik
menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika
ataksia ada, klien resiko jatuh.
5. Modifikasi
lingkungan
Rasional : untuk
mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada
ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan
kemampuan berjalan dengan stabil
6. Ajarkan
teknik berjalan
Rasional : jika
kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki
sambil berjalan
7. Berikan
terapi okupasi
Rasional : terapi
okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan
menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
8. Meminimalkan
resiko decubitus
Rasional : oleh karena
hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric.
Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda
meningkatkan resiko.
9.
Inspeksi kulit dibagian distal
setiap hari (pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau
lecet-lecet)
Rasional : deteksi
dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas
kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
10. Minimalkan
spastisitas dan kontraktur
Rasional : spastisitas
otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk
addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan
lutut.
11. Ajarkan
teknik latihan
Rasional : latihan
setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur
sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus,
adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
12. Pertahankan
sendi 90 derajad terhadap papan kaki
Rasional : telapak
kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
13. Evaluasi
tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan
nyeri, edema dan demam)
Rasional : menilai
perkembangan masalah klien
c. Perubahan pola eliminasi urin yang
berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan :
Dalam waktu
2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Pemenuhan
eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
2. Produksi 50
cc/jam
3. Keluhan
eliminasi urin tidak ada
Intervensi :
1. Kaji pola
berkemih dan catat urin setiap 6 jam
Rasional : mengetahui
fungsi ginjal
2. Tingkatkan
kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan
eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
Rasional : jadwal
berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal
waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum
setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
3. Palpasi
kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : menialai
perubahan akibat dari inkontinensial urin
4. Anjurkan
klien untuk minum 2000 cc/hari
Rasional : mempertahankan
funsi ginjal
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sklerosis
multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang
ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan
yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis
multipel timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan
obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga
kesehatannya.
4.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi
dukungan kepada pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak
putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan
pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan
personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan
pelayanan kesehatan pada penderita multiple skleriosis
DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks
0 komentar:
Posting Komentar