Sabtu, 30 Maret 2013

ASKEP MULTIPLE SKLEROSIS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Multiple sklerosis adalah suatu penyakit  autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada myelin.
Mutiple sklerosis merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Multiple sclerosis memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan bias hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau bahkan berbulan bulan.

1.2 Rumusan masalah
1.2.1        Apakah Multipel Sklerosis itu ?
1.2.2        Bagaimanakah Etiologi Multipel Sklerosis ?
1.2.3        Bagaimanakah Patofisiologi Multipel Sklerosis ?
1.2.4        Bagaimanakah Manifestasai Klinis Multipel Sklerosis ?
1.2.5        Bagaimanakah Komplikasi Multipel Sklerosis ?
1.2.6        Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik Multipel Sklerosis ?
1.2.7        Bagaimanakah Penatalaksanaan  Multipel Sklerosis ?
1.2.8        Bagaimanakah Terapi Skelerosis Multipel Sklerosis ?
1.2.9        Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Multipel Sklerosis ?

1.3 Tujuan
1.3.1        Menjelaskan Pengertian Multipel Sklerosis
1.3.2        Menjelaskan Etiologi Multipel Sklerosis
1.3.3        Menjelaskan Patofisiologi Multipel Sklerosis
1.3.4        Menjelaskan Manifestasi Multipel Sklerosis
1.3.5        Menjelaskan Komplikasi Multipel Sklerosis
1.3.6        Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik Multipel Sklerosis
1.3.7        Menjelaskan Penatalaksanaan  Multipel Sklerosis
1.3.8        Menjelaskan Terapi Multipel Sklerosis
1.3.9        Menjelaskan Asuhan Keperawatan  pada klien dengan Sklerosis



BAB II
KONSEP DASAR UMUM

2.1 Definisi
Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit degenerati sistem saraf pusat (SSP) kronis yang meliputi kerusakan mielin (material lemak & protein dari selaput saraf)
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
MS secara umum dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh sendiri, yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal. Pada kasus ini menyerang sel yang membentuk mielin.
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
Ms merupakan penyakit kronis dimana terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat / perier yang mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga kognitif.
MS merupakan penyakit kronis dari sistem saraf pusat degeratif dikarakteristikan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis.
(KMB, Brunner, hal 2182)
Multiple skleriosis adalah penyakit kronis pada system saraf pusat (SSP) yang dikateristikan oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla spinalis.
(asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system persarafan, hal 154)

2.2 Etiologi
Multiple skleriosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti :
a.       Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis.
b.      Lapisan mengakibatkan gangguan transmisisi implus saraf
c.       Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf
d.      Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan genetic, atau proses infeksi
e.       Prevalensi terbanyak diwilayah lintang utara dan diantara bangsa (caucasion)

2.3 Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis (bekas luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune, demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex: infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu memudahkan masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang membuat mielin) hasil dari penurunan pembentukan mielin.
Makrofage yang dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit terdiri dari hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt. Perubahan ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang tersebar. Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang terserang. Cepatnya penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak dipengaruhi dan impulsif saraf akan tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan (ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson menjadi ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf, axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf secara progresif.

2.4 Manifestasi Klinis
Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
a.       Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b.      Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot bicara dan facial palsy.
c.       Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
d.      Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia, disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
e.       Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
f.       Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
g.      Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
h.      Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks abdomen.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
a.       Disfungsi pernafasan
b.      Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
c.       Komplikasi dari imobilitas

2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Dalam menegakkan diagnosa multiple skleriosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a.       Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP yang abnormal
b.      Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP
c.       Penglihatan, pendengaran, dan sematosensorik dengan konduksi lambat menunjukkan adanya kelainan
d.      EEG : Menunjukan gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus
e.       DCT Scan : gambaran atrofi serebral, Menggambarkan adanya lesi otak, perbesaran/ pengecilan ventrikel otak
f.       Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
g.      Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.

2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien. Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik
a.       Penatalaksanaan serangan akut
1.      Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation)
2.      Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
3.      Beta interferon (betaseron)digunakan untuk mepercepat penurunan gejala
b.      Penatalaksanaan gejala kronik
1.      Pengobatan spastic seperti bacloferen (lioresal), (diantrolene (dantrium), diazepam (valium), terapi fisik, intervensi pembedaha
2.      Control kelelahan dengan namatidin (simmetrel)
3.      Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
4.      Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter total
5.      Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria
6.      Penatalksanaan rehabilitas dengan terapi fisik dan terapi kerja
7.      Control distonia dengan karbamazim (treganol)
8.      Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin), perfenazin dengan amitripilin (triavili)

2.8 Diagnosa banding
a.       Perkinson
b.      GBS
c.       Mestenia Gravis




PENYIMPANGAN KDM

Faktor predisposisi, virus, respon autoimun dan genetic


Edema dan degenerasi mielin


Diemielinasi yang mengkerut menjadi plak


Lesi skleriosis multiple terjadi pada substansia SSP


Demilinasi


Terhentinya alur implus saraf



Saraf optic & khiasma                      sereblum & batang otak serebrum                          medulla spinalis


Gangguan penglihatan                     nistagmus                                 disfungsi serebral      lesi kartiko     gangguan sesnsorik,
                                                                                                                                                                     kelemahan spastic
                                                                                                                                                                     anggota gerak

Resiko tinggi trauma                                     ataksia serebral         hilangnya daya ingat
                                                                                                        & dimensia gangguan
                                                                                                                    Efek
                                                                                                                                                                Hambatan mobilitas
Keruskan komunikasi                                       disartia                                                                                       fisik
Verbal                                                                                                                     perubahan eliminasi             
                                                                                                                            urinarius resiko terhadap
                                                                                                                                  Disfungsi seksual


                                                                                                   
                                                                                                                        tirah baring lama



Perubahan kemampuan merawat                eforia :kehilangan kemampuan menyelesaikan
           Diri sendiri                                       masalah perubahan mengawasi keadaan yang
                                                                Kompleks dan berfikir abstrak : emosi labil, pelupa.               Resiko tinggi kerusakan
                                                                                Apatis : loss deep memory                                           integritas jaringan


Deficit perawatan diri (makan,              perubahan proses pikir, kerusakan interaksi social,
Minum, berpakaian, hygiene),                                    koping tdk efektif
Perubahan nutrisi kurang dari                           
      Kebutuhan tubuh                           
     koping keluarga tidak efektif, perubahan peran dalam keluarga



BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a.      Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
b.      Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
c.       Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun
d.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
e.       Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
f.        Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.
g.      Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
2.      B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.       Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
b.      Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
c.       Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d.      Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas
3.      B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi postural.
4.      B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
5.      B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
6.      B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi.
7.      B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.

3.2 Diagnosa
a.       Hambatan mobilitas fisik berhubungan demngan kelemahan, paresis, dan spastisitas
b.      Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastic
c.       Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan  kelumpuhan saraf perkemihan


3.3 Intervensi dan Rasional
a.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan  kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
1.      Klien dapat  ikut serta dalam program latihan
2.      Tidak terjadi kontraktor sendi
3.      Bertambahnya kekuatan otot
4.      Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi :
1.      Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motorik
Rasional :  mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
2.      Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
Rasional : relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel sklerosis.
3.      Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
Rasional : klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada koordinasi.
4.      Ajarkan teknik latihan jalan
Rasional : Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
5.      Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
6.      Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi jantung dan pernapasan
7.      Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
Rasional : otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakan.
8.      Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
9.      Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi


b.      Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring lama dan kelemahan spastis
Tujuan :
Dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi

Kriteria hasil :
1.      Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
2.      Decubitus tidak terjadi
3.      Kontraktur sendi tidak terjadi
4.      Klien tidak jatuh dari tempat tidur

Intervensi :
1.      Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak disekitarnya
2.      Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
Rasional : tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
3.      Minimalkan efek imobilitas.
Rasional : oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk mencegahnya
4.      Modifikasi pencegahan cedera
Rasional : pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada, klien resiko jatuh.
5.      Modifikasi lingkungan
Rasional : untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan berjalan dengan stabil
6.      Ajarkan teknik berjalan
Rasional : jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki sambil berjalan
7.      Berikan terapi okupasi
Rasional : terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
8.      Meminimalkan resiko decubitus
Rasional : oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan resiko.


9.      Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari (pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet)
Rasional : deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
10.  Minimalkan spastisitas dan kontraktur
Rasional : spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk addukor yang berat pada  pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
11.  Ajarkan teknik latihan
Rasional : latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
12.  Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
Rasional : telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
13.  Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan nyeri, edema dan demam)
Rasional : menilai perkembangan masalah klien

c.       Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi

Kriteria hasil :
1.      Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
2.      Produksi 50 cc/jam
3.      Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi :
1.      Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2.      Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
Rasional : jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
3.      Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
4.      Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
Rasional : mempertahankan funsi ginjal

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel  merupakan  penyakit pada sistem Persyarafan  yang ditandai dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan  yang biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga kesehatannya.

4.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien, dan menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita multiple skleriosis




DAFTAR PUSTAKA

(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com