LAPORAN PENDAHULUAN
A.
Konsep Teori Tentang Febris
1.
Pengertian
Menurut Depkes RI 2007 ispa adalah
infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini meliputi tiga unsur yakni infeksi,
saluran pernapasan dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut:
a. infeksi adalah masuknya
kuman atau mikro organisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran
pernapasan adalah organ dari hidung hingga alvioli serta organ adneksanya
seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernapasan atas
c. infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari diambil untuk menunjukan peroses
akut. Meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, RI 2007).
ISPA adalah
infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud
dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai gelembung paru.
Beserta organ-organ disekitarnya: sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru
ispa hanya bersifat ringan seperti batuk dan pilek (Rasmaliah, 2007).
2.
Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari
300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah
dari genus streptokokus. Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan
Korinebakterium. Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
a. Virus Utama : –
ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus.
b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3
corona virus,adeno virus
c. Bakteri Utam :
Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus.
d. Pada neonatus dan bayi muda :
Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
3.
Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara
klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis
oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara
klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada
kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat
dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk
golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan
ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berada: diisolasi dari
cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat.
Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit
atau lebih.
b.
Bukan
pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas
sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau
meronta).
b. Pneumonia: bila disertai napas
cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit
atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
c.
Bukan
pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).
4.
Manifestasi klinik
Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah
sebagai berikut:
a. Batuk
b. Nafas cepat
c. Bersin
d. Pengeluaran
sekret atau lendir dari hidung
e. Nyeri kepala
f. Demam ringan
g. Tidak enak
badan
h. Hidung
tersumbat
i.
Kadang-kadang sakit saat menelan
5.
Patofisiologi
Perjalanan
klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya
virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat
pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding
saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,
1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak
dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri
khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab
telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b.
Tahap
inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c.
Tahap
dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
d.
Tahap
lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan
atelektasis,menjadi kronis dan meninggal akibat pneumonia.
6.
Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self
limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi
kuman lainnya.Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal,
penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi
ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus
paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah,
rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan
transiluminasi pada anak besar.
Proses
sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar
berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri
kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat
unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan
rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya
komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan
antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba
eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung
kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada
anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia)
kadang menyebabkan kejang demam.
Anak
sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya
yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan
biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam,
gelisah, juga disertai muntah atau diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek
sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya
OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian
THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan
antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga)
dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media
perforata (OMP).
Faktor-faktor
OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a. Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga
merintangi penyaluran sekret.
b. Posisi bayi anak yang selalu terlentang
selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c. Hipertrofi kelenjar limfoid
nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi
mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).
c. Penyebaran infeksi
Penjalaran
infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis,
bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh,
misalnya terjadi meningitis purulenta.
7.
Therapi dan Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Medis
1. Suportif : meningkatkan daya tahan
tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik
3. Idealnya berdasarkan jenis kuman
penyebab
4. Utama ditujukan pada
S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
5. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan
yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat :
Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
6. Antibiotik baru lain :
Sefalosforin,quinolon dll.
b. Perawatan
Prinsip
perawatan ISPA antara lain :
1. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam
perhari
2. Meningkatkan makanan bergizi
3. Bila demam beri kompres dan banyak
minum
4. Bila hidung tersumbat karena pilek
bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
5. Bila badan seseorang demam gunakan
pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
6. Bila terserang pada anak tetap
berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek
7. Mengatasi panas (demam) dengan
memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air
es).
8. Mengatasi batuk,Dianjurkan memberi
obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
8. Pemeriksaan Diagnostic
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman,
usaha serta irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal
atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga
dada dan pergerakan abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau
tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi
tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
e. Observasi lainya adalah terjadinya
infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk,
suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga
dada dan peningkatan produksi dari sputum.
f. Riwayat kesehatan:
~
Keluhan
utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
~
Riwayat
penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
~
Riwayat
penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya
sekarang)
~
Riwayat
penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien)
~
Riwayat
sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan
fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a. Inspeksi
~
Membran
mukosa hidung-faring tampak kemerahan
~
Tonsil
tampak kemerahan dan edema
~
Tampak
batuk tidak produktif
~
Tidak
ada jaringan parut pada leher
~
Tidak
tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
7. Palpasi
~
Adanya
demam
~
Teraba
adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
~
Tidak
teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
8. Perkusi
~
Suara
paru normal (resonance)
e. Auskultasi
Suara
nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawataanstikesachmadyani.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-ispa.html
http://nswahyunc.blogspot.com/2012_02_26_archive.html