Kamis, 06 Desember 2012

LP ISPA

LAPORAN PENDAHULUAN

A.    Konsep Teori Tentang Febris
1.      Pengertian
Menurut Depkes RI 2007 ispa adalah infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut:
a.      infeksi adalah masuknya kuman atau mikro organisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b.   Saluran pernapasan adalah organ dari hidung hingga alvioli serta organ adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan atas
c.       infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari diambil untuk menunjukan peroses akut. Meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, RI 2007).

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai gelembung paru. Beserta organ-organ disekitarnya: sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru ispa hanya bersifat ringan seperti batuk dan pilek (Rasmaliah, 2007).

2.      Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus. Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
a.       Virus Utama : – ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus.
b.      ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
c.       Bakteri Utam : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus.
d.      Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.

3.      Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a.       Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
b.      Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c.       Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a.       Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b.      Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a.       Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b.      Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
c.       Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).
4.      Manifestasi klinik
Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
a.       Batuk
b.      Nafas cepat
c.       Bersin
d.      Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
e.       Nyeri kepala
f.       Demam ringan
g.      Tidak enak badan
h.      Hidung tersumbat
i.        Kadang-kadang sakit saat menelan

5.      Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
a.       Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b.      Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c.       Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
d.      Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronis dan meninggal akibat pneumonia.
  
6.      Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
a.       Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.

b.      Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam.
Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a.       Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.
b.      Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c.       Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).

c.       Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.
7.      Therapi dan Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Medis
1.      Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2.      Antibiotik
3.      Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
4.      Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
5.      Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
6.      Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

b.      Perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1.      Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2.      Meningkatkan makanan bergizi
3.      Bila demam beri kompres dan banyak minum
4.      Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
5.      Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
6.      Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek
7.      Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
8.      Mengatasi batuk,Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

8.   Pemeriksaan Diagnostic
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
a.       Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b.      Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
c.       Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
d.      Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
e.       Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.

f.       Riwayat kesehatan:
~     Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
~     Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
~     Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang)
~     Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien)
~     Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan
a.        Inspeksi
~      Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
~      Tonsil tampak kemerahan dan edema
~      Tampak batuk tidak produktif
~      Tidak ada jaringan parut pada leher
~      Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
7.      Palpasi
~      Adanya demam
~      Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
~      Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
8.       Perkusi
~      Suara paru normal (resonance)
e.       Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru


DAFTAR PUSTAKA


Template by : kendhin x-template.blogspot.com